NavBar

Wednesday, November 10, 2010

Dampak Terbesar Gunung Merapi

dimulai dari awal erupsi yang langsung memakan korban jiwa dari Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010 semua penderitaan itu berawal. bukan penderitaan, tetapi cobaan. sebuah cobaan besar yang tentunya dari Tuhan yang Maha Esa, yang mungkin menuntut kita untuk selalu mengingatnya di setiap saat. bukan dari kemarahan dari si empunya merapi karena kurangnya sesajenan, tetapi memang tidak lain juga ini semua sudah sudah diatur oleh Tuhan YME. kesedihan memang tidak bisa dibendung lagi dari diri kita yang benar-benar memiliki rasa satu jiwa dengan saudara-saudara kita sebangsa tanah air. apalagi ditambah dengan bencana gempa dan tsunami di wasior, sumatra barat dan di papua. sunnguh mengenaskan dan memprihatinkan. gambaran seperti apa yang ditunjukkan oleh Tuhan adalah hanya sebagian kecil, mengingat negeri ini yang penuh akan kekotoran dn kemaksiatan, tiap badan pemerintah yang "dihandalkan" menjadi punggung negara malah bersikap dan bekelakuan sewenang-wenang. hanya mampu berucap janji kosong, yang tak berbuat sama sekali. tak hanya satu dua orang rakyat yang merasakan dampaknya, tetapi ribuan bung... hal ini tentu tak lepas pandangan ke arah pak SBY. kemitraan dan harga dirinya sebagai presiden serasa berjalan sehari. itupun tersendat sendat. bukan karena ia tak mampu bekerja keras. tetapi oleh karena para anggota dewan bawahan presidenlah yang selalu mengekang. enak duduk di kursi empuk sepertinya patut digantikan dengan timbunan abu vulkanik. udara semilir buatan penyejuk aura hitam mereka layak digantikan dengan panasnya wedus gembel..

Friday, November 5, 2010

bungaku telah berpulang ke syurga

mohon doanya ya wat ketenangan mala..
"mala??
ada apa??
dia telah kembali ke sang kholik
"innalillahi.... mala siapa????
siapa rum????? mala siapa??
kapan dia kembali???
amalatul munirah
"astaghvirullahaladzimmm
[Arum-san Sirohito]
tdi sorean
"kenapa rumm
"kecelakan di surabaya
laaila hailallah.. kecelakaann?? ketabrak rum??
ya di,,,

segelintir kata yang membuat aku tertegun, mengiris suasana hati yang tengah mencemaskan saudaraku yang menjadi korban keganasan Gunung Merapi. seketika kudapati kabar yang kuanggap masih simpang siur itu dengan santai, entahlah, hingga aku benar-benar berusaha mendapatkan kebenaran berita itu. yah... bukan hanya satu dua orang yang aku sapa tanya akan kepedihan kembali yang aku rasakan. kematian itu datang menghampirinya, betul adanya. seketika tak ada lagi kata-kata yang terlontar dari mulutku. terasa beku. dengan seketika tak terpikir lagi olehku untuk menggerakkan mouse ke tempat lain. Luka Kura Mala... kupijit alfabet diatas papan keyboard yang menyusun nama fesbuknya. belum sempat aku add. belum sempat pula kita menjalin hubungan sekedah berbincang-bincang. maklum, aku tak mau ingat masa lalu lagi. tanganku terasa melemas, hanya bisa mengelus-elus kepalaku yang terasa pening, sampaiku membuka cerita lama tentang dirinya.
bungaku telah gugur. bunga isyarat keremajaanku saat pertama kali menginjak bangku SMA. kulihat sosoknya, parasnya nyaris sempurnya. ketenangan sikap dan kearifannya membuatku penasaran akan gadis yang satu ini. tapi, siapa sangka, dia menjadi teman sekelasku. memang hambar rasanya, bila rasa cinta itu datang, entah tak mampu lagi tubuh ini untuk berbuat apa. hanya bisa bertanya dalam hati. seorang putri yang duduk di singgasana didekatku itu terlihat semakin rupawan bila kupandang. uraian rambut yang tak ditampakkannya semakin menandakan dia seorang gadis yang tak sembarangan, apalagi dari ucapannya saat menyapaku pelan. halus dan seperti hembusan angin yang menyertai lubang-lubang bambu. terdengar nyaring dn menyejukkan tentunya bila kurasakan. tetepi saat kulihat dikedua kelopak matanya, terlihat sebagai wanita yang lemah, tak memiliki banyak tenaga untuk melakukan aktivitas, walau sekedar berjalan.
aku benar-benar jatuh hati kepadanya. Amalatul Munirah. demikian namana tercatat di buku absensi yang sedikit-sedikit kulirik, terkadang kullihat di atas sampul bukunya yang bersih lagi rapi, kubertanya pada temannya, putri. semua meyakinkanku, aku telah mengenalnya. hingga kubiarkan waktu berjalan, aku biarkan harumnya bunga-bunga itu bertaburan. hanya mampu kurasakan, tak mampu aku menggenggamnya. mala, demikian dia menyebutkan nama panggilannya. semakin lama semakin indah. senyum manisnya selalu kuperhatikan, apalagi tawa kambingnya yang khas, membuatku selalu terhibur dan mengetahui keberadaannya walaupun ditengah-tengah kegaduhan kelas.
keganjalan itu muncul, lebih tepatnya keganjalan yang aku rasakan dengan dirinya saat dia hanya terduduk lemas dan lesu di bawah pohon mangga, sedang yang lain tengah sibuk melatih kebugaran tubuh. ya, tak elak lagi bagiku untuk mencari tahu. beberapa saat kemudian kudapati yang aku cari. air mataku terasa memecah. membelah kedua kelopak mata, menghancurkan puing-puing kebahagiaan. ternyata yang kulihat selama ini dengan kebahagiaan dan canda tawanya hanyalah hiasan belaka. untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi padanya. jantungnya lemah. entah dari keterangannya yang aku paksa, dia mengidapnya sejak kecil. tak mampu dia melakukan aktivitas yang berlebih seperti anak-anak biasanya. tapi ketegarannya membuatku lebih terasa memiliki dia.yang terbesit hanyalah bagaimana untuk membuat hatinya merasa bahagia. terkadang terbesit dalam pikirku, hidupnya tak akan lama lagi. suatu saat ia bisa saja terselungkur diatas tanah, pertanda tak mampu lagi menopang tubuhnya. tapi aku yakin, dia mampu bertahan. tapi tetap saja kecemasan itu menimpaku. tak tenang rasanya dan resah.
setahun telah berlalu, kini pengamatanku belum pudar darinya. terlihat segar, meski dia merasa sakit. tapi yang kulakukan hanyalah menghiburnya. memang aku bukanlah siapa-siapa untuknya. sebuah pernyataan cinta tak mampu kukatakan walau sedikitpun. sebuah kata persahabatan pun belum pernah terlontar dari mulutku. aku hanya mampu berpura-pura sebagai orang yang biasa, walau hati ini selalu menolak untuk melakukannya. aku merasa resah, walau sebuah kata persahabatan itu, karena suatu saat kelak akan memunculkan rasa itu lebih dalam. dan kini, memang waktu tak mampu ditunda. tak mampu dihentikan walau sesaat. perpisahan itu pastilah terjadi kala adanya perjumpaan. semakin berjalan pula rasa itu mulai terhapus dengan kedatangan inang yang baru.
penempatan statusnya sebagai mahasiswi di Semarang membuatku jauh darinya, yang aku ini hanya sekedar berdiri di kota harapan. beberapa saat tak kutanya kabar dirinya, dan inilah yang terjadi. kudapati dirinya saat nyawa terakhirnya..


untuk dia yang pernah kucinta..
selamat tinggal engkau yang jauh disana
maaf aku tak bisa berbuat apa apa
untuk bisa membuatmu bahagia
tapi setidaknya akan kukirimkan doa
untukmu di atas sana
kepergianmu takkan pernah membuatku menghilangkan semua,
akan rasa disaat kita bersama, walau tak terasa
tapi aku hanya mampu ucapkan cerita
disaat kau berakhir di ujung derita
tapi ini aku, yang selalu ada
maafkan aku bila pernah membuatmu terluka,

ya Allah ya Tuhanku..
selamatkan dia dari api neraka,
muliakan dia disisi engkau yang penuh bahagia..
cukuplah didunia dia menderita..
tapi, kuyakin di atas sana memang kehidupan yang nyata..