Menjadi guru yang
kreatif dan cerdas bukan hanya bertumpu pada kekuasaan yang dimiliki. Tetapi,
bagaimana ia mampu menempatkan posisi yang paling tepat di antara siswanya.
Karena bagaimanapun juga, tanpa seorang siswa, kita bukanlah seorang guru. Seorang
guru bisa dibilang berhasil jika ia mampu membawa suasana pengajaran yang
menyenangkan. Terlepas dari hal tersebut, ada beberapa penghambat dan masalah
yang menyebabkan keadaannya berbeda. Dalam artian tidak dicapainya suasana
kelas yang kondusif dan menyenangkan.
Pertama, semangat
seorang guru. Sudah menjadi kewajiban seorang guru harus menunjukkan
semangatnya dalam setiap kegiatan mengajarnya. Hal ini tentu akan berpengaruh
besar pada siswa yang secara tak langsung akan menganggapi dengan lemas, sesuai
dengan intonasi, nada dari seorang guru yang menunjukkan semangat lemasnya.
Sudah jelas lagi, keadaan yang tidak kondusif akan muncul. Hal ini pernah saya
alami ketika pertama kali menjalani peran sebagai seorang guru. Satu minggu dua
minggu semangat saya bisa dibilang cukup besar, hingga pada minggu ketiga rasa mood tiba-tiba menghilang. Saat itu,
pengajaran hanya berjalan biasa-biasa saja. Benar-benar seperti dunia dilkita
kekeringan. Di saat kejadian itu, saya berinisiatif untuk mengatasi kala mood saya menurun. Di hari-hari
berikutnya, salah satu siswa, saya tunjuk dan mempraktekkan tindakan seperti
saya kala pertama kali masuk kelas. Dan langkah berikutnya, saya menunjuk siswa
kedua untuk menjelaskan kembali materi yang pernah saya sampaikan. Hal ini akan
terus berlanjut hingga pada waktu yang telah ditentukan. terus apa yang kita lakukan? Yang saya lakukan adalah duduk
bergabung dengan siswa saya, sambil menggenggam sebuah bolpoin dan memainkannya
diatas daftar nilai siswa. Tentu, dipikiran mereka hanyalah bagaimana bisa
menjelaskan dengan tepat apa yang saya ajarkan. Dan membiarkan siswa melakukan
tindakan yang sama seperti gaya saya mengajar. tetapi, saya TIDAK membiarkan kesalahan
penjelasan ketika siswa lain tidak bisa memberikan pembetulan/pengoreksian akan
penjelasan temannya di depan kelas. Hal ini ternyata cukup efektif untuk
menghilangkan rasa mood saya dan
tentunya siswa saya. Keadaan kelas yang dimulai dengan tertawa kecil yang
sedikit-demi sedikit membangkitkan semangat mereka dan tentunya saya. Bukankah itu ciri-ciri guru yang malas? Cuma
duduk tanpa menjelaskan apapun kepada para siswa? Bukan! Hal ini tidak saya
lakukan setiap hari, dan setiap saat. Perlu ditekankan, hal ini saya lakukan
ketika menghadapi modd yang tiba-tiba
berubah. Misalkan di dalam mood yang
masih tak bisa terkontrol, tentu pemaksaan mengajar akan membawa pada suasana
kelas yang garing. Dan perlu diketahui, dengan “media siswa” ini juga bisa
menumbuhkan kepercayaan diri pada mereka.
Kedua, sebuah
penyakit menular, akan menularkan pada yang lainnya. Salah satu kendala yang
satu ini, mungkin hadir di tengah-tengah siswa kita. Tetapi, berdasarkan
pengalaman saya, setiap kelas yang saya jumpai, “si Fulan” selalu saja hadir.
“si Fulan” yang biasa kita sebut dengan “problem maker,” bisa saja menjadi
momok yang menyeramkan bagi kita apabila tidak bisa mengendalikannya. Dimana dia
akan selalu membuat peran kita sebagai seorang guru menjadi seperti satpam pos
pemantau 24 jam. Tentu perjalanan kita akan menemui berbagai kerikil. Hingga,
keadaan ruang kelas benar-benar menjadi tak terkendali hanya karena “problem
maker” ini. Lalu, apa yang yang harus
kita lakukan? Dalam sebuah ilmu psikologi, seorang anak yang berkelakuan
“melebihi ambang batas normal” atau bisa disebut dengan Hiperaktif ini,
cenderung ingin mendapatkan perhatian yang lebih. Maka, yang harus kita lakukan
adalah dengan memperhatikan dia lebih besar sedikit dari siswa kita yang
lainnya. Misalnya, berikan kesempatan untuk si “Fulan” memberikan ekspresi yang
ia inginkan di depan kelas. Berikan beberapa menit waktu istimewa itu. Selanjutnya,
hal ini diberlakukan bagi para “problem maker” yang lainnya. Lho, nanti bisa menyita waktu belajar dong?
dicoba dulu. Cara ini pernah saya lakukan, dan hasilnya cukup ampuh. Terkecuali
jika siswa kita melakukan perbuatan yang sama secara terus-menerus, maka dia
butuh pendekatan yang kedua, yakni menjadi sahabat dekatnya ketika diluar
kelas. Kita tentunya sudah mengetahui betul akan peran seorang “sahabat” bukan?
Kesalahan
terbesar seorang guru, dalam menghadapi “si Fulan” ini adalah dengan perlakuan
yang jauh dari cermin sebagai seorang guru. Jangan pernah memaki si Fulan,
karena hal itu akan menurunkan harga diri kita sebagai seorang guru, juga bisa
mendapatkan predikat “killer” bukan hanya di mata si Fulan sendiri, tetapi juga
berdampak pada siswa kita yang lain. Pemukulan, penjeweran, ataupun bentuk
kekerasan lainnya, juga tindakan yang akan menyebabkan kita menjadi momok yang
menakutkan bagi para siswa. Dampaknya, setiap jam pelajaran kita tiba,
disitulah siswa kita akan merasa dalam neraka. Yang paling parah, perlakuan
kasar kita akan menempel kuat dalam ingatan siswa kita. simple, you are my killer teacher!!, they said.
Salah satu cara
saya untuk mengatasi si Fulan adalah dengan melakukan kesepakatan hukuman bagi
si dia, dan jangan lupa, hukuman tetap pada koridor dan masih pada faktor kemanfaatannya.
Ketiga, Jangan
biarkan keadaan ruang kelas monoton. Menetap pada satu titik. Karena, hal itu
akan berdampak pada kejenuhan siswa kita. Bisa dimulai dari contoh yang kecil,
yakni merubah tempat duduk siswa kita tiap seminggu sekali. Ataupun sekedar
menggeser tempat kerja kita. Untuk aktivitas belajar, sesekali bawalah sistem
pembelajaran kita di luar kelas. Selanjutnya, kejenuhan itu bisa juga diatasi
dengan ice breaking ataupun
memberikan waktu sejenak untuk mengendurkan otot atau memberikan joke yang tentunya menghibur.
Sudahkah suasana kelas kita kondusif? Mengapa?
-
Suasana
tenang bukan berarti kondusif, mungkin kita seorang guru yang “killer”. Buatlah
mereka tertawa kecil.
-
Jika
suasana itu belum kita dapatkan, maka temukanlah solusinya, dan jadilah guru
yang bijak. Gunakan media apapun yang bisa membuat suasana nyaman, dan jadilah
guru yang kreatif.
No comments:
Post a Comment