Setelah masa dua hari penyambanganku di Pondok pesantren Darul Falah itu, aku memulai perjuangan baru, dengan mendapatkan sebuah hunian rumah yang kuharapkan memenuhi kriteriaku. murah, dekat dengan tempat course dan masjid, dan tentunya nyaman dan suasana religius masih ada, meski tak sereligius di ponpes. setidaknya aku masih mengingat nasihat emak agar tidak berkumpul-kumpul atau sekedar bermain dengan orang orang berandal. mungkin dia mengkhawatirkanku, karena imanku masih terlalu lemah dan mudah terbawa arus. pikirku, aku jga sudah cukup berandal. hahaha...
tak lebih dari 3 jam kudapati sebuah ruamah yang sederhana. bukan lagi kos-kosan, tetapi ini adalah rumah sendiri, pikirku. semuanya menawarkan 100.000 per bulannya. masih terlalu berat untukku sepertinya. dan disinilah jodohku. dengan 50.000 sedikit membantu biaya pengeluaran emak dan tentunya hasil jerihpayahku masih tersisa aku dapat merebbahkan badan disini.
seorang wanita berusia setengah baya yang duduk di ruang tamu menjawab salam dariku kala itu. dia mempersilahkanku dengan ramah dan penuh tawa yang khas. mirip mak lampir, tapi ini lebih halus dan sopan. ditiap pertanyaan dan ucapannya terselip rasa kelelahan. disamping itu, di setiap tertawanya kutemukan aura kebaikan yang luar biasa, kepasrahan yang begitu tajam.
" ini bukan nenek lampir. ini nenek moyang nenek lampir. baik bangeettttt.." pikirku.
dia mempersilahkanku untuk melihat di setiap sekat-sekat ruangan yang berada di rumahya. banyak juga yang ada disini bu..
" oke.. siahkan.. akmu bisa pilih tidur dimana saja, sesukamu.. ini kiinci lemarinya. kamu bisa langsung tarus barang barang kamu disana, okeh??" nada bercanda dan senyuman si nenek dilontarkan untukku dengan nada englishnya yang kupikir fasih. aku hanya bisa tersenyum manis. dan sedikit terharu.
" oke, i say thanks about it." balasku ketika aku pikir aku berada dalam wilayah wajib berbahasa inggris.
" oke. terserahlah.. tapi tidurnya kamu jangan ditengah, bisa didepan atau disini saja. didepan televisi. di tengan itu, ada anaknya, suka marah-marah, oke?? dia juga punya ilmu hitam. dia dukun nakal. okeh??" tandas nenek itu yang kusebut ibu, yang seakan akan memperingatkanku terhadap sosok laki-laki penghuni ruang tengah.
"masak sih?? but its oke" nadaku tenang.
tak ada ketakutan, sedikitpun. asal aku tidak membuat sebuah masalah. atau si ibu terlalu mengada-ada. hemm... biarlah, Allah pasti melindungiku.
hingga kemudian kau beranikan diri tidur di tempat itu, tak apah. karena sebelumnya aku sudah mengkonfirmasikan itu kepada si empunya. kita sama-sama ngekos, tinggal dirumah orang, sama-sma bayar, termasuk sama-sama manusia juga. orangnya tinggi besar, usia satu tahun lebih muda dariku. tak kusangka memang. tapi aku meski tetap menjaga peringatan si ibu dengan pasti. tapi tanpa harus menjauhi si penghuni kamar tengan itu. Adi, namanya..
ali tak seperti yang dikumandangkan oleh si ibu, dia sma seperti manusia biasanya. baik malahan. apa mungkin dia akan berubah ketika dia merasa terusik mungkin?? tapi berubah mejadi apa?? power rangers kah? one piece kah? atau apa ya?? akhir-akhir ini kuperhatikan dia juga layaknya manusia biasa. menghadapi di depan televisi dengan beraksinya film cartoon yang menjadi kesayangannya. semuanya aku berpikir berharap bisa menghibur pikiran.
tak banyak yang bisa aku lakukan disini, yang ada hanyalah belajar dan terkadang sedikit selingan bermain dengan teman kost baru. si Ali kupandang biasa-biasa saja. hingga suatu saat di penginapanku yang ke 7 hari ini, aku mendengarkan cerita si ibu..
" kamu tadi tidurnya di jalan yah??? si ali tadi bilang marah-marah nggak bisa lewat tadi. ibu bilang itu kucing"
padahal itu aku yang tidur di tengah-tengah kasur yang biasa untuklewat. aku memang tengah lelah tertidur pulas. lupa.
"maaf bu.." badanku mendadak lemas, bukan memikirkan ketakutan akan ilmu dia, tetapi lebih pada perasaan dia yang marah karena tindakanku. hemm
" iya, besok-besok kamu tidurnya jangan disana ya... nanti kalau dia marah, ilmu macannya dia keluarkan... awwwww. tau kan ilmu macan?? hahahahaah" ibu memperingatkanku tenang.
" iya bu... maaf ya.." balasku.
" ya sudahlah, kamu mau mandi kan? ya sudah sana..."
" iya bu.." seketika aku hengkang dari percakapan di belakang rumah dekat kamar mandi itu. hingga masih kujinjing ember kecil berisikan peralatan mandi...
No comments:
Post a Comment