Di
depan sebuah cermin, Putri tampak sedang berputar-putar ceria. “Cocok!”,
katanya penuh percaya diri setelah beberapa baju pesta di lemarinya telah ia
coba. Kemudian, diambilnya sisir di atas meja samping tempat tidurnya. Sambil menyisir,
ia menghadap cermin kembali. “cantik..”,
katanya lagi. Cekungan di pipinya juga terlihat semakin dalam ketika senyumnya
mengembang.
“Putri.. cepat
sayang..”, suara dari luar menghentikan sisiran rambut perempuan yang berumur
sepuluh tahun itu.
Tangannya kemudian
meraih kotak kado di atas kasurnya segera. “Iyya mah...”, katanya sambil
berlari keluar.
Di dalam mobil, senyumannya
hampir tak pernah usai. Dengan kotak kado yang dipeluknya, ia terus
membayangkan acara pesta ulang tahun Dina, teman dekatnya.
“Wah... nanti ada apa saja
yah??”, pikirnya melayang. Bayangan kue ulang tahun, snack, dan minuman segar sudah membayangi pikiran Putri. Sepertinya
dia berharap mendapatkan makanan yang lezat itu.
Beberapa saat kemudian,
laju mobil mulai melambat. Mama Putri kelihatan pusing untuk menempatkan
mobilnya. Karena sudah banyak mobil tamu yang berjajar memenuhi halaman rumah
Dina. Sedangkan pikiran putri masih melayang dibuat penasaran oleh aneka
hidangan dari pesta ulang tahun Dina.
Selesai memarkirkan
mobil, dengan sigap Putri meraih tangan mamanya lalu ditariknya menuju pintu rumah
Dina. “Mah, cepetan sedikit dong.”, pungkasnya sambil menggenggam kotak kado di
tangan kirinya.
Sesaat setelah sampai
di bibir pintu, Dina langsung menyambut Putri. Demikian juga dengan Putri yang
langsung mengucapkan selamat pada temannya itu sambil menyerahkan kado darinya.
Kepada sahabat dekatnya, Dina lantas mengajak Putri untuk segera menghadap ke
depan kue ulang tahunnya yang berhias lilin dengan ukiran angka sepuluh. Wah...
begitu terkejutnya Putri ketika melihat kue ulang tahun yang sudah berdiri
tegak di hadapannya itu. “Din... ku..kue ulang tahunnmu besar sekali..??”,
katanya tergagap setengah tak percaya.
Selamat
ulang tahun...selamat ulang tahun. Begitu bunyinya,
nyanyian ucapan selamat berdendang menyemarakkan pesta ulang tahun Dina. Kemudian
dilanjutkan dengan nyanyian meniup lilin. Dan terakhir....... “Wah, ini dia yang
aku tunggu-tunggu!”, kata Putri dalam hatinya. Lalu dengan iringan lagu potong
kue, Dina segera mengambil pisau bergeriginya, dan dengan yakin ditancapkannya
pisau itu di atas kuenya, hingga terpotong menjadi sedikit bagian.
Suara tepuk tangan
beriringan menjelang akhir acara. Dan tiba saatnya, waktunya untuk makan-makan.
Dihadirkan lagi oleh ayah Dina beberapa potong kue yang sangat lezat dan
menggugah selera. Setelah diperkenankan, semua tamu undangan yang kebanyakan
teman sebaya Dina mulai meraih hidangan. Tak berbeda dengan Putri, yang dengan
sigapnya meraih potongan-potongan kue tersebut.
Dari kejauhan, Dina
yang sedang sibuk membuka kado ulang tahunnya sesekali memperhatikan teman dekatnya.
Dilihatnya kedua tangan Putri penuh dengan kue. Wajahnya terlihat kebingungan
menatap gundukan di kedua tangannya itu.
“Yang mana dulu nih,”,
ucap Putri dalam hati. Pikirannya gamang dan bingung untuk menentukan kue mana
yang harus dimakannya. Lalu... setelah beberapa menit berlangsung, tangan kiri
Putri mulai didekatkan ke bibir merahnya, kemudian membukanya perlahan-lahan. Sepertinya
ia memutuskan untuk melahap kue yang ada di tangan kirinya duluan.
Tapi, tiba-tiba.....
“Putri!”, seru salah
seorang. Beberapa tamu undangan terhenti seketika oleh suara tersebut. Termasuk
Putri, yang mengurungkan niatnya untuk melahap kue di tangan kirinya. Semburat
wajahnya terlihat kaku setelah mendengar namanya disebut.
“Ada apa?”, tanya Putri
dengan tatapan kosong.
“Kamu ini,”, sergah
Dina yang sudah berdiri dihadapannya. “Aku tidak ingin berteman dengan setan!”,
lanjutnya tegas.
Beberapa pasang mata tamu
tampak memperhatikan obrolan mereka dengan serius. “Maksud kamu?”, tanya Putri
setengah bingung. Mendadak selera makannya hilang seketika.
“Yap! kamu tadi hampir
makan menggunakan tangan kiri. Kamu tentu masih ingat betul kan, apa yang
dikatakan oleh pak Abdul?”
Putri menelan ludah. “Yang
man..na?” , katanya tak mengerti.
“Bahwa, makan dan minum
menggunakan kanan kiri adalah kesukaan setan. Aku tidak mau, kamu menjadi
seperti....”
Tak lama, ucapan Dina
disambut dengan kekehan kecil.
“Ah, kamu ini bisa
saja,”, potong Putri dengan tersenyum berbeda makna. “Aku tentu ingat betul
pesan dari pak Abdul itu. Dan tadi, aku kan Cuma mau mencium kuenya saja,”,
lanjutnya lagi mengelak.
Hap..hap..hap..
dengan lahap Putri menggiling kue di genggaman tangan kanannya dengan giginya
segera.
“Haha... kamu ini,”,
tawa Dina menutup obrolan.
Hemm.... ucapan Dina
memang betul juga. Jangan lagi-lagi deh, gara-gara makanan aku melupakan aturan
makan. Pertama..membaca doa, kedua jangan sampai menggunakan tangan kiri. Hiiiiii.....
itu kan kebiasaan setan!, Ucap Putri dalam hatinya lagi.
oleh Tarmudi
cerpen anak 8
No comments:
Post a Comment