Wah, aku harus mengayuh
sepeda cepat-cepat nih! bisa-bisa acara televisi kesayanganku terlewatkan. Petualangan
tentang anak pemberani. Hem.. kali ini petualangan mereka bakal ke mana yah..?,
kataku menebak-nebak. Mungkin ke hutan, terus ketemu binatang aneh yang cantik
atau mungkin ke laut, terus berenang bersama ikan-ikan kecil... wahhh!!!!!
pokoknya bikin penasaran deh! tapi yang pasti seru sekali!! aku ingin sekali
seperti mereka, hihihi..
“Assalamu’alaikum...”, ucapku
sambil membuka pintu rumah.
“Wa’alaikumsalam..”,
suara dari kejauhan menjawab.
Sepertinya itu suara
mama. Tapi dimana yah?? “Mama...mama... ,
ucapku mencari mama. Di kamar, mama tidak ada. Di dapur apa lagi. Huft... sebenarnya mama di mana sih?
tumben sekali mama tidak ada di dapur. Ah, biarin saja, pikirku. Yang penting aku tidak melewatkan petualangan
anak pemberani. Tanpa berpikir lama, tangga menuju lantai dua kupijak. Sesekali
kudengar suara dari televisi terdengar jelas, dan semakin jelas hingga aku
sampai pada lantai kedua. Opsss... mama!!.
ternyata mama sedang asik menonton televisi. “Mama..”, teriakku sambil segera
berlari menghampiri mama.
“Eh, Clara, kok
lari-lari segala?”, tanya mama yang langsung berdiri dan mengecup keningku.
Aku merebut remot yang
ada di genggaman mama. “Clara mau nonton Petualangan mah. Seru loh,”
“Eh... jangan di ganti
dulu sayang,”, sergah mama saat aku hendak mengubah siaran televisi.
“Ih, mama. Clara kan pengin
lihat acara kesayangan Clara, masak tidak boleh? lagian mama pasti nonton
berita terus. Clara tidak suka mah,”, kataku memaksa.
“Clara...”, ucap mama
lagi.
Tak menghiraukan mama,
aku terus mengganti layar televisi. Nomor 9. Yap! acara kesayanganku. Tapi.... kok bisa berbeda ya?, pikirku. Acaranya
bukan petualangan, tetapi sinetron. Ughh...
Sinetron apa lagi, bikin kantuk saja. Tapi aku tak menyerah, aku pencet semua
tombol sampai aku menemukan acara petualangan itu! pencet 1, yap... pencet 2, yap... sampai pencet nomer 9 lagi pun, aku tak mendapati acara
kesayanganku.
“Clara... ini hari apa
coba?”, kata mama sambil berlutut menghadapku. Wajah mama sekarang sejajar
dengan wajahku.
“Hari sabtu mah..”,
jawabku sambil menahan rasa kecewa.
“Nah, anak mama yang
pintar..”, mama memencet hidungku. “Coba diingat-ingat lagi, memangnya acara
kesayangan kamu hari apa saja?”, tanya mama kemudian.
Segera aku memutar otak
mencari jawaban dari pertanyaan mama. Hari senin sampai jum’at.Yah! acara kesayanganku itu setiap hari
senin sampai jum’at. Aduh, aku malu sekali sama mama, hihihi..
“Ini mah remotnya,” aku
menyodorkan sambil tersimpuh malu.
“Clara, ganti baju dulu yah, habis itu makan
siang. Kebetulan, kita dapat rejeki, dikasih sama Pak Jupri, tetangga kita yang
sedang promo lestorannya. Jadi, mama tidak perlu masak lagi,”, terang mama
sambil tersenyum.
“Oke deh,”,balasku sambil berlalu. Belum sempat menginjak
tangga, suara televisi kudengar
nyaring, serangan ulat bulu menyebabkan gatal-gatal. Apa? ulat bulu?,
gumamku dalam hati. Lantas, aku mendekati mama kembali.
“Loh, kok balik lagi?”,
tanya mama. “katanya tidak suka berita..”, lanjut mama yang heran melihatku
serius memantengi layar televisi.
Aku benar-benar
terperangah dan geli melihat sekawanan ulat bulu di layar televisi. Tanpa
menjawab pertanyaan dari mama, aku bertanya balik, “Mah.. di rumah sini ada
ular bulu juga tidak yah?”
“Ada dong...”,jawab
mama sambil tertawa lepas. Aku menggigil kegelian.
*******
Makan
siangku bersama mama sangat tenang. Selain berita ulat bulu, yang dikabarkan
tidak bisa merambat ke daerahku, juga tidak ada kak Dion yang selalu berbuat
usil. Kata mama, kak Dion sedang mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya,
jadi pulangnya agak telat. Tahu tidak? kakak Dion adalah kakakku satu-satunya.
Meskipun sudah duduk di bangku SMP kelas dua, tapi dia masih saja menjahiliku
yang masih di kelas tiga. Seperti kemarin, kak Dion menyembunyikan remot
televisi, sengaja biar aku tidak bisa menonton acara petualangan itu, tapi
untung saja mama membelaku. Eh, pernah juga loh, pita rambutku hilang satu. Jadi
aku hanya mengikat rambutku sebelah sewaktu hendak pergi ke sekolah. Eh, ternyata
kak Dion menjahiliku lagi. Hemm.. tapi perlu disadari, tanpa kak Dion rumah ini
sepi. Terkadang kak Dion juga baik, kalau ada kesulitan belajar, kak Dion tidak
sungkan untuk mengajariku. Meskipun selalu meninta upah pijit sih..
“Assalamu’alaikum..”,
suara seseorang dari luar menghentikan makanku yang tinggal dua suapan lagi.
“Wa’alaikumsalam..”,
aku dan mama menjawab kompak. Pasti kak Dion, pikirku.
“Assalamu’alaikum... Clara..
adikku sayang, bukakan pintu dong,”. Wah, benar! itu kak Dion. Tumben sekali kakak
bilang sayang. Biasanya adekku jutek. Pasti ada maunya, pikirku menebak.
“Clara, tolong buka
pintunya,”, pinta mama sambil menumpuk piring bekas makan.
“Iya mah..”, balasku
sambil beranjak dari tempat makan dan menuju pintu depan.
“Clara... adikku yang
paling clara, tolong bukain kak Dion pintu dong,”
Ughh..
tidak bisa sabar sedikit apa, pikirku sambil membuka pintu. “Kak dion ini,
pintunya kan tidak dikunci,”, ucapku sambil cemberut.
“Aduh, adik kakak yang
jutek, kan kakak tidak bisa membuka pintu pakai kaki?”, jawab kak Dion sambil meringis
kuda.
“Emang tangan kakak ke
mana?”, tanyaku lagi sambil memperhatikan gelagat kak Dion yang aneh. Kedua
tangannya disembunyikan di belakang. Tampaknya kak Dion membawa sesuatu,
pikirku. “Yang disembunyikan apa tuh?”, tanyaku sambil melirik ke arah tangan
kak Dion yang disembunyikannya.
“Hemm... kasih tau
tidak yah,”, jawab kak Dion pura-pura berfikir. “Ini buat adekku tercinta...”, lanjutnya
lagi sambil menyodorkan benda yang dibawanya. Ternyata sebuah toples berlubang
yang di dalamnya berisi daun....dan... ulat!!!! Astaghfirullah!!
“Mama..!!!”, aku
berlari menjauhi kak Dion. “Mama kak Dion jahat! masak kasih Clara ulat?”, kataku
sambil memeluk mama ketakutan.
Tanpa menghiraukan
teriakanku, kak Dion melintas menuju kamarnya sambil tertawa geli melihat
tingkahku. Sama seperti kak Dion, mama sepertinya menahan tawa. Bukannya
melarang kak Dion membawa ulat itu malah diam saja. Tetapi kemudian mama
menjelaskan, kalau ulat yang dibawa kak Dion adalah untuk praktek di sekolah
dan aman karena di dalam toples. Huft..
sedikit lega sih, tapi bagaimanapun juga ulat itu bisa membuat badan gatal!
seperti kata berita di televisi tadi.
******
“Clara,
tolong bangunkan kak Rio,”,pinta mama sambil menggoreng tempe, makanan
kesukaanku.
“Iya mah..”,jawabku
menghentikan mengiris tempe. Hari minggu memang hari yang menyenangkan buatku,
bisa membantu mama memasak. Tetapi, tak jarang hal yang menyebalkan pasti
adaaaa saja. Apalagi kalau bukan membangunkan kak Rio. Bagi kak Rio, hari
minggu adalah hari tidur seharian. Malasnya, pikirku.
“Kak Rio..sudah siang
nih,”, seruku dari luar. “Kak...”, lanjutku lagi sambil mengetuk pintu. Tidak
ada jawaban, aku langsung masuk ke kamar Kak Rio. Kesal sekali rasanya. “Kak Rio...!!
sudah siang,”, aku menarik selimut biru kak Rio.
“Kak..?” begitu membuka selimut kak Rio, yang ada hanyalah
toplesnya. Toples itu! toples yang berisi ulat! tapi, ulatnya mana yah???, aku
bertanya-tanya dalam hati. Ulat yang ada
di toples kak Rio menghilang! jangan-jangan ulat itu kabur dari toples! aduh,
gawat! gatal...gatal..gatal..!
Mama...!!!!!
aku berlarian keluar dari kamar kak Rio, lalu menuju dapur.
“Ada apa? Kak Rio sudah
dibangunkan belum?”, tanya mama sambil menatapku cemas.
“A... anu mah, ulat kak
Rio ka..kaburr..”, jawabku tergagap.
“Aduh, Clara, kenapa?
kak Rionya menjadi ulat yah?”, sambung kak Rio yang ternyata sudah berdiri di
belakangku sambil terkekeh. Ugh,
sial. Ternyata kak Rio berbuat usil lagi.
“Kak Rio jahat!”,
kataku sambil berlari memeluk mama. Kali ini aku benar-benar sebel.
“Clara... maafin kak
Rio yah?”
“Tidak mau,”, jawabku
lantang.
“Eh, tau tidak, kak Rio
punya kupu-kupu yang cantiiiikkk sekali, seperti Clara,”, kata kak Rio
kemudian.
Sebenarnya aku tertarik
dengan ucapan kak Rio, karena aku suka kupu-kupu. Tapi, kak Rio sudah usil. Apalagi,
dengan ulat itu.“Tapi, ulat kak Rio buang dulu...”, pintaku masih memeluk mama.
“Kalau ulatnya di
buang, nanti kak Rio tidak punya kupu-kupu dong?”, balas kak Rio mulai
mendekat. “Lagian, ulatnya tidak kabur. Tapi sudah berubah menjadi kepompong...”
Kepompong?? apa itu?
ah, aku dibuat penasaran sama kak Rio. Apa hubungannya ulat sama kepompong dan
kupu-kupu?, tanyaku dalam hati -penasaran-.
“Mah...”, ucapku sambil
menghadap mama. Dengan senyumannya, sepertinya mama membenarkan ucapan kak Rio.
Kemudian kak Rio mulai
menggenggam tanganku. Lalu ditariknya pelan. “Yuk, kak Rio bakal menunjukkan
kepompongnya,”
“Tapi, jangan nakal
lagi,”, pintaku dalam genggaman kak Rio.
“Iya....”
Aroma masakan mama
tercium jelas sampai ke sudut rumah. Bahkan sampai masuk ke dalam kamar kak
Rio.
“Clara, kesini masuk,
bilangnya kepengin kupu-kupu?”, kata kak Rio padaku yang masih berdiri mematung di bibir pintu kamarnya. Aku
benar-benar ketakutan. Tetapi, dengan sedikit-sedikit aku memberanikan diri.
“Kak, ulatnya memang ke
mana?”, tanyaku saat melihat isi toples di depan kak Rio.
Kak Rio terkekeh, lalu
bertanya balik sambil menunjuk toples, “Kamu lihat yang bergelantungan itu?”
Aku manggut-manggut penasaran.
“Itulah ulatnya,”, kata
kak Rio lagi masih menunjuk. “Dia sudah berubah menjadi kepompong, dan nanti
juga akan berubah menjadi kupu-kupu,”
Aku menyernyitkan dahi
tak paham dengan omongan kak Rio. “Jadi, maksud kak Rio, ulat yang kemarin
bakalan menjadi kupu-kupu?”
“Yap!”, sergah kak Rio dengan cepat. “Itu namanya proses
fotosintesis.”
Wah... dari ulat
menjadi kepompong, lalu kupu-kupu?? kayak power ranger saja, hihihi.. Oke, kita buktikan omongan kak Rio!
“Rio... Clara...
sarapan dulu sayang..”. Suara mama terdengar memasuki kamar kak Rio.
Sejurus kemudain, kak Rio
meletakkan toplesnya dan mengajakku makan bersama mama.
“Nanti saja,”, pintaku.
“Kak Rio makan dulu saja, Clara lagi penasaran nih...”. Karena laparnya, kak
Rio langsung menuju tempat mama yang pastinya sudah tersedia hidangan yang
lezat. Apalagi tempe gorengnya. Hemm... tapi, aku ingin melihat kepompong ini
menjadi kupu-kupu. Aku benar-benar ingin membuktikan ucapan kak Rio!
Beberapa saat kemudian,
tidak ada tanda-tanda perubahan dari kepompong. Ah, sial! apa mungkin kak Rio
menjahiliku lagi? dasarrrrrr...!!!
“Clara..!!!”, seru kak
Rio yang tiba-tiba datang lagi. “Ditunggu mama. Kak Rio sudah lapar tau,”
“Ih... kak Rio ini
kenapa sih?”, balasku sebal. “Kalau lapar makan saja dulu, kan Clara pengin
membuktikan ucapan kak Rio, apa benar kepompong ini bakal menjadi kupu-kupu??”,
lanjutku lagi sambil berdiri mengangkat toples. “Atau jangan-jangan....”
Kak Rio langsung
memotong ucapanku dengan tertawa lepas hingga wajahnya memerah. “Aduh, kamu
ini. Jadi, Clara bakalan menunggu kepompong itu selama dua minggu buat menjadi
kupu-kupu?”, balas kak Rio masih tertawa sambil meremas perutnya.
“Maksud kakak??”,
tanyaku tak mengerti.
“Adek Kak Rio yang
pintar, tau tidak? sebelum menjadi kepompong, ulat juga butuh waktu sekitar dua
atau tiga minggu untuk berubah. Begitu juga dengan kepompong, perlu waktu
sekitar dua minggu untuk menjadi kupu-kupu,”
Aduh, malu sekali
rasanya... aku sudah mencurigai kak Rio, padahal aku belum tahu apa-apa.
“Yuks, pokoknya makan! kak Rio udah laparrrrr..”, lanjut kak Rio
menarik tanganku. Lalu kutinggalkan toples yang berisi kepompong itu di atas
meja kak Rio. Dua minggu lagi? lama juga, pikirku menerawang.
**********
Sekarang
aku sedang mengintip kamar kak Rio. Aku benar-benar penasaran. Yah, aku ingin
sekali melihat kupu-kupu itu. Setelah menunggu empat belas hari lamanya. Tapi,
di dalam, kulihat kak Rio tampak sibuk menatap toplesnya yang tak begitu jelas
isinya. Aku tidak ingin mengganggu kak Rio saat itu.
Tiba-tiba.....
Krekkkk.....
opsss!! tanpa sengaja pintu kamar kak Rio terdorong olehku.
“Siapa?”, kak Rio
melengos ke arah pintu. Aku segera bersembunyi. “Clara ya?”.
Aduh! ketahuan kan. “Iy..iya
kak....”, ucapku setengah malu sambil muncul dari balik pintu kamarnya. “Kak
Rio sibuk yah?”, tanyaku kemudian.
“Hemmm....”, gumam kak
Rio. “Kak Rio sedang menulis laporan praktik. Tau tidak? sekarang kepompongnya
sudah jadi kupu-kupu loh,”, lanjut kak Rio girang.
“Ah, mana??”, desakku
ingin tahu. Aku segera berlari mendekati kak Rio. Lalu ditunjukkannya toples
itu. Wahh.... benar! kupu-kupu itu sangat indah. Tapi kok tidak terbang,
pikirku penasaran.
“Kamu pasti kepengin
tahu kenapa kupu-kupu ini tidak terbang?”, terka kak Rio.
“Loh, kok kak Rio
tahu?”
Kak Rio berkata,”Karena
adik kak Rio yang cantik ini, dari tadi bengong, seperti sapi kelaparan,”.
Ughh..kak
Rio. Bisa saja nih. Kalau aku sapi, kak Rio berarti kakaknya sapi dong,
hihihi..
“Eh, tau tidak?
kupu-kupu ini butuh waktu sekitar dua jam buat mengeringkan sayap sebelum siap
terbang,”,papar kak Rio sambil menunjuk binatang cantik itu.
Aku manggut-manggut
mengerti.
“Eh, lihat!”, seru kak
Rio lagi.
Wahhh..!! Di dalam
toples, kupu-kupu itu sudah bisa terbang!
“Sekarang waktunya
menerbangkan,”, kata kak Rio sambil mengangkat toplesnya. “Keluar yuks,”.
lanjutnya sambil melangkahkan kaki keluar kamar.
“Kak, tunggu!”,
sergahku kemudian menghentikan langkah kak Rio. “Clara kepengin kasih kupu-kupu
itu nama...”
“Memangnya Clara mau
kasih nama apa?”, tanya kak Rio sambil menatapku kosong.
“TELAT KEMPU!”, balasku
yakin.
Mendengar ucapanku, kak
Rio tertawa lepas. “Apa tuh TELAT KEMPU?,”, timpal kak Rio.
“Yah, keren kan? TELAT KEMPU singkatan dari telor,
Ulat, Kepompong, dan kupu-kupu,”
“Hemm....bagus juga sih,”,
lanjut kak Rio mengangkat jempol. “Kalau begitu, kak Rio boleh kasih nama Clara
dengan.... Cacat tidak?”
“Ih, kak Rio kok jahat
sih? kok Clara dibilang cacat?”, balasku cemberut.
“Cacat itu singkatan
dari Calon cantik. Jadi, nanti kalau sudah besar adik kak Rio pasti cantik,”, balas
kak Rio sambil meringis.
Hihihiihi... .. kak Rio
ini ada-ada saja. “Yuks,”, ajakkku lagi
meneruskan. Di luar rumah, aku dan kak Rio menerbangkan TELAT KEMPU dan
berharap bisa berkembang biak. Dengan begitu, pasti banyak kupu-kupu yang lebih
cantik.
oleh Tarmudi
Cerpen anak 7
No comments:
Post a Comment