NavBar

Monday, December 26, 2011

Gue guru muda?!


“Doni, kalau nanti besar mau jadi apa??”
“mau jadi dokter pak,”jawab Doni semangat.
“bagus!”, sergah pak guru. Dia kemudian melengos ke arah gue. “kalau kamu Ri?”
Gue celingukan sembari menggaruk rambut renyah. “he-eh. Apa yah? Power rengges pak,”
Pak guru meringis, lalu berkata lagi, “kok power rengges?”
Gue tersenyum melebar, berusaha nyantai. Lalu dengan yakin gue menjawab, “biar bisa membunuh monster dan menegakkan kebenaran pak!”
“bagus!”, sergahnya lagi sembari menyodorkan sebuah jempolnya di depan wajah gue. *upsss...!! hampir saja jempol gedenya nyodok mata gue!
Pak guru melanjutkan sesi bertanyanya pada setiap anak. Di depan kelas dia berteriak ala provokator demo. “anak-anak, yang pengen jadi dokter angkat tangan!”. Hanya lima anak yang mengacungkan tangan. “siip!!” Pak guru mengacungkan kedua jempolnya, lalu ia melanjutkan lagi,”yang mau jadi polisi!”, kali ini sepuluh acungan tangan dari kubu pria. “bagus!!” Pak guru mengacungkan kedua jempolnya lagi. sementara gue masih menunggu sesi teriakan pak guru”power rengger!”. Kini, gue lihat mulutnya menganga lagi, “yang mau jadi guru!”, sepertinya sisa dari cita-cita sebelumnya ini yang paling laris. “hebat!!” acung jempolnya lagi. kini yang tersisa hanya gue. Di depan, Pak guru terlihat linglung, bingung, dan mendadak canggung. Sesekali matanya dilemparkannya ke arahku. Gue menunggu moment penting itu!. Tapi, apa yang terjadi salanjutnya? dia malah berbalik ke mejanya (*tanpa dosa). gue yang merasa memiliki cita-cita yang lebih baik dari mereka benar-benar merasa berkabung. gue menunduk lesu, layu dan paling pas kalau diiringi musik yang mendayu, pasti keadaan semakin pilu. Tak sadar air matapun segera menyusul bergelayut di kelopak mata gue. Lalu segera gue melipat tangan di atas meja, dan menyandarkan kepala gue disana. Tertunduk. Air mata saat itu benar-benar mengucur deras. Suara tangisan yang gue tahan menciptakan sesegukan tak karuan. *waktu itu, seperti ada cekikan maut anak kutil (baca: kuntil anak)
“Ri, ada apa? Nangis yah??”, tanya Doni berbisik, teman sebangku gue
gue menggeleng masih menunduk. “eng-gak kok,”, jawab gue kemudian tergagap.
“itu, yang dilantai air apa? Nangis yah??”, ucap Doni sedikit mengejek. Benar juga! Air mata gue menetes di lantai. Sial!  *tapi untungnya gue masih bisa bertahan menarik-ulur makhluk kenyal di hidung gue.
Doni kemudian menepuk-nepuk punggung gue pelan, sambil berbisik, “Ri, pak seno datang,”
Gue segera mengusap sedikit air mata yang bergelayut ke ujung hidung gue, menaggalkannya untuk jatuh menetes apalagi bersatu dengan isi idung gue!. Kemudian sedikit gue beranikan diri dongahkan kepala, mengintip dari sela-sela tumpukan tangan gue, membuktikan omongan Doni. Gue tak melihat Pak Seno di mejanya. Kemana?! Kemana?!, pikir gue yang lagi butuh di-syok terapi.
“Bahri...”, ucap seseorang mengurungkan niatku untuk mengintip lebih jauh. “Bahri kenapa?”
“anu pak, doni gak punya cita-cita!!”, seru manusia jahil disampingku. Seketika seluruh kelas ngakak renyah.
“huuu!!”, gubrisku pelan sambil menendang kakinya.
“owh, masalahh itu. Doni kan sudah bilang mau jadi apa? Hemm, Tapi kok bapak lupa yah?”. diam sesaat pura-pura bego. “yah!”, suara jarinya berseteru. “mau jadi power rengges yah?”
Aku mengangguk
“bagus banget!”, ucap lelaki itu kemudian, yang setelah sedikit gue intip ternyata benar, pak Seno. Huft..
“anak-anak siapa yang tahu power rengges? Suka sama power rengges gak?”
“saya pak!!”. Suara gemuruh semangat terdengar lantang. gue tersenyum lebar, lalu mulai beranikan diri mendongahkan kepala. mata gue masih terasa berat, sesegukan tenggorokanpun masih aktif, Cuma lebih stabil. Kali ini, gue benar-benar merasa bangga. Pak seno yang sedang berdiri di depan kelas mengucapkan “power rengges!!”.  Oh em ji banget dah,
“teman kalian ada yang mau jadi power rengges loh,”, ucap pak seno kemudian lantang. Matanya melirik ke arah gue. # dam..dam..syaa..laa..laaa..laa
“siapa pak???”, teriak salah seorang teman gue. *Entah dari mana berasal, intinya dia gak berperan penting dalam kisah ini.
“Bahri!!”
Sesaat sambutan pak Seno untuk gue tak ditaburi dengan tepuk tangan yang meriah. Minimal seperti adegan manusia yang mengalahkan harimau sih, #galau+stress+depresii
Mereka ngakak sejadi-jadinya, mengalahkan gaya tertawa kuntilanak di malam hari, memecahkan rekor teriakan manusia yang kerasukan jin, dan mem-fals-kan auman serigala seketika. Entah apa jadinya jika dibandingkan dengan suara lengkingan Agnes maunikah, suara mereka benar-benar memekikkan gendang telinga gue. Tapi semoga saja, itu bisa jadi obat herbal buat hilangin kotoran batu di telinga gue. #ambil katembath, aduk-aduk,lalu.... Makan buang.
“eh, eh... jangan salah loh, itu malahan cita-cita yang paling bagus!!”, seru Pak Seno menghentikan aksi brutal mereka.
 Aku tersenyum lebar, lalu berusaha membusungkan dada dan kupukul pelan. Doni yang menyaksikan aksi gue menyeringai, mengelinting alis, dan tak lupa, lemparan antagonisnya, “biasa saja kalii..”.
“kata pak seno cita-cita gue paling bagus!”, balasku menjulurkan lidah.
Doni yang merasa iri dengan cita-cita gue melengos cemberut.
“tau gak kenapa??”, pak Seno menambahkan. Dia diam sebentar untuk membuat kelas benar-benar tenang. Dalam hitungan detik, yang diharapkannya datang. Semua muridnya antusias mendengar pernyataanya. Gue tambah merasa di puncak gunung, begitu spesialkah cita-cita gue?. # hiduppenuhtandatanyataupetaka?
power rengges itu, pahlawan kebajikan. Bisa mengalahkan monster, dan juga membela kebenaran. Tau gak? Pak guru ini sebenernya power rengges loh,”
Hah??!!???!!!
“yap! Monster itu diibaratkan sebagai kebodohan. Dan kebenaran itu, diibaratkan ilmu. Jadi, power rengges itu adalah guru. guru yang bisa mengalahkan kebodohan, dan juga memberikan ilmu kepada semua orang. Nah, maksud Bahri itu, dia ingin menjadi power rengges, yaitu guru yang hebat!!,”, rentetan cerita Pak seno membuat gue terkapar seketika!, semuanya salah!!!!! Power rengges yang pake baju besi, bawa pistol, terus punya robot raksasa! Itu maksud gue! Bukan yang pegang kapur, terus coret-coret di papan tulis!. Tapi, paparannya berubah menjadi sambutan yang luar biasa, oleh murid-muridnya (kecuali gue). Tak sedikit, mereka memanggil namaku (cukup 3 2 kali), meski ada yang kepleset gak  bisa mengatakan “R”. “bahliiii!!! Kamu hebat yah,”. Teriakan itu melejitkan gue seketika. walaupun paparan Pak seno benar-benar-benar-benar bukan yang gue harapkan. Gue merasakan jiwa ketenaran yang mendadak saat itu, cepat, singkat, seperti kilat!. Saatnya gue membagi senyum anti badai katrina. #cuap..cuap..cuap
“bener kan Ri?”, Pak seno menegaskan lagi.
Aku mengangguk semangat 45. He-em!

No comments: