NavBar

Monday, May 11, 2015

Cerita Pendek Anak "Dini dan Cacar Rina"

Sudah lima hari berturut-turut Dini duduk sendiri. Setiap kali akan berangkat sekolah, ia berharap Rina sudah berada di kelas untuk menemaninya duduk. Tetapi, hasilnya sama saja. Meski sudah berulang kali ia memastikan kabar Rina pada bu Eni. “Besok Rina berangkat kok,”, begitu jawab bu Eni menirukan suara mama Rina di telepon. Hingga pada hari ke lima ini, Dini benar-benar ingin menjenguk sahabat sebangkunya tersebut. Khawatir ada sesuatu yang terjadi pada Rina, pikir Dini melayang, karena bu Eni yang tak lain tante Rina tampaknya sedang menutup-nutupi sesuatu. Tak menginginkan hal buruk tersebut menimpa sahabatnya, Dini tak pernah ketinggalan menyebut nama Rina usai sholat. “Ya Allah.. lindungailah sahabat saya, Rina. Berikanlah dia kesembuhan ya Allah,”, begitulah isi do’a Dini baru-baru ini.
Cling!!! lamunan Dini sepertinya menghasilkan sesuatu! “Yes!”, ucapnya sambil memetik jemarinya hingga berbunyi.
“Dini... ada apa?”, tegur bu Eni tiba-tiba.
“Eh, eng..enggak bu,”, jawab Dini kikuk disusul dengan suara pekikan beberapa teman kelasnya akan tingkahnya yang aneh.
Tetttttt..... bel istirahat berbunyi. Bu Eni lalu mengakhiri pelajaran waktu itu. Sedangkan beberapa teman kelas Dini tampak berboyong-boyong mulai meninggalkan kelas.
Entah apa yang dipikirannya, Dini segera berlari dan berdiri di depan kelas. “Teman-teman tunggu sebentar!”, sergahnya lantang. “Sudah lima hari teman kita, Rina tidak berangkat. Ada yang tahu kenapa?”, lanjutnya kepada teman-temannya yang sedang berdiri mematung.
“Tidak!”, salah seorang temannya menjawab. Yang lainnya hanya bisa mengangkat bahu tak tahu.
“Aku tahu!”, ucap salah seorang dari barisan paling belakang tiba-tiba.
Belum sempat bertanya lagi, dengan cepat suara celetukan datang. “Sakit panu!”
Mendadak ruangan kelas berubah seperti berada di atas panggung komedi. “Eh, ini serius, bukan waktunya untuk beranda.”, pangkas Dini geram. “Hari ini, ada yang mau ikut saya menjenguk Rina?”, katanya lagi menawarkan.
Loh, emang kamu tahu rumahnya?”, tanya salah satu temannya.
“Hemm...”, gumam Dini sambil menatap langit-langit kelas berfikir. Clikkk...jarinya berbunyi kemudian. “Kita tinggal bertanya sama tantenya,”,lanjutnya pasti.
“Maksud kamu bu Eni?”
“Tepat sekali!”, sergah Dini sambil meraih topi merah yang ada di bangkunya. “Nanti masalah alamat, biar saya yang urus, pokoknya tinggal beres. Dan buat teman-teman yang ingin menjenguk, boleh saja. Asalkan tidak mengganggu Rina. Selanjutnya, yang terakhir, saya minta iuran seikhlasnya dari teman-teman untuk Rina,”.
Hemmm... ternyata begitu yah maksud Dini. Menjenguk Rina. Tapi siapa sih Dini itu? perempuan itu kok sembarangan mengatur teman-temannya di kelas?!?.  Eh, jangan salah loh. Walaupun perempuan, tetapi dia seorang ketua kelas. Bukan karena dia bersuara lantang seperti laki-laki, ataupun rambutnya yang pendek, hiihihi.. tidak mungkin! karena dia memakai kerudung. Ceritanya, ketika pemilihan calon ketua kelas, hanya Dini satu-satunya perempuan di kelas yang mengajukan diri. Entah apa yang dipikirannya saat itu, yang pasti sifatnya yang tegas dan dikenal pintar itu membuat teman-temannya berdecak kagum. Oh iya, meskipun belum memiliki pengalaman menjadi ketua kelas, tetapi Dini tetap pede mempimpin temannya di kelas loh. Kuncinya, yaitu keberanian dan.... semangat!, katanya sewaktu berkenalan diri. Tetapi perlu diketahui juga kawan, menjadi ketua kelas itu bukan posisi yang sembarangan, hihihi.... katanya, menjadi ketua kelas itu harus mampu bertanggung jawab. Selain bertanggung jawab memimpin doa di kelas, seorang ketua kelas juga harus menertibkan keadaan kelas jika gaduh. Terutama jika bu Eni, wali kelas lima berhalangan hadir ataupun ada keperluan lain. Wah, tau tidak? tidak semua teman Dini bisa diatur loh, tetapi tenang saja, pikir Dini yang sudah mempunyai senjata ampuh. Dengan menuliskan nama mereka, kemudian dilaporkannya pada bu Eni. Hahaha.... alhasil, si pembuat gaduh dihukum bu Eni. Dan di akhir cerita, mereka jera dan tentunya kelas menjadi tenang.
Kembali ke kelas, Dini kembali berdiri tegak di hadapan teman-temannya setelah berputar mengumpulkan sumbangan. Eh, ketinggalan sesuatu tentang Dini nih. Ia juga memiliki jiwa sosial yang tinggi loh. Nah, salah satu contohnya dengan menjenguk temannya. Bukan Cuma di sekolah saja, di rumahnya yang sederhana, ia juga rajin membantu ibunya. Terutama ketika ibunya memasak, biasanya Dini menyapu dan mencuci piring. Bahkan sewaktu pulang sekolah, tak jarang ketika ia melihat seorang pengemis, ia langsung membeli sebungkus nasi dan diberikannya kepada pengemis itu. Menurut Dini, kalau memberikan makanan, bisa langsung diambil manfaatnya, daripada memberi pengemis itu uang, kalau hilang bagaimana hayo? kasihan pengemisnya juga kan? hihihi....
“Masih jauh kah?”, tanya Ayu.
“Lumayan,”, pangkas Dini sambil mengayuh sepedanya.
Tak banyak dari teman-temannya yang menjenguk Rina. Alasannya sih, mereka bakalan bergiliran menjenguknya. Khawatir mengganggu Rina, kata mereka. Bayu dan Bisma berada di barisan belakang mengikuti arah ayunan sepeda Dini. Dan ditangan Dini, sebuah kertas dari bu Eni, terukir alamat rumah Rina. Sedangkan Ayu, tengah asik menggonceng di belakang Dini.
“Hem... Gang Semboja...”, gumam Dini sambil memperhatikan tiap tulisan di gapura yang dilintasi. “TOKO SERBA ADA”. Ia mendadak menepi menghentikan lajunya tepat di depan toko itu.
“Eh, tunggu yah,”,ucapnya sambil menyerahkan sepedanya pada Ayu.
“Ke toko? mau apa?”, tanya Ayu heran.
Sambil berjalan cepat menuju pintu toko, Dina membalas, “Sebentar saja, oke?”
Beberapa menit kemudian, Dini muncul dari toko tersebut dengan tas kresek hitam digenggamannya.
“Apa tuh?”, tanya Ayu. Bayu dan Bisma menyimak pembicaraan mereka.
“Susu dan roti,”, jawab Dini menyodorkan tas kresek.
“Loh, buat apa tuh?”, sela Bayu kemudain.
Sambil mengayuh sepedanya lagi, Dini menjawab, “Buat Rina,”
Ayu menelan ludah mendengar ucapan Dini, sedangkan Bayu dan Bisma yang tertinggal tak jauh di belakang, hanya bisa memperhatikan dengan seksama tiap jalur yang Dini lewati. “Eh, Rina kan orang kaya, lihat saja bu Eni. Tantenya saja baru kemarin beli motor,”, kata Ayu.
“Terus? menurut kamu, di kelas tadi saya meminta sumbangan teman-teman buat apa coba?”, tanya Dini balik.
“Hemm.. kupikir sumbangan mereka buat kita, ongkos menjenguk gitu,”
Dini terkekeh mendengar ucapan temannya itu, sampai-sampai hampir tidak bisa mengimbangi sepedanya lagi. “Kamu ini, ada-ada saja. Kalau begitu, namanya mengharap imbalan. Tidak baik loh,”
Ayu terdiam menyelami ucapannya barusan.
“Kalau kita kasih uang, bisa hilang,”, lanjut Dini terkekeh. “Tapi perlu kamu tahu, ini bukan sembarang roti dan susu loh, tapi roti dan susu ajaib,”
Ayu mengkerutkan dahinya tak paham, lalu bertanya, “Roti dan susu ajaib? Maksudnya?”.
“Meskipun Rina bisa membeli susu dan roti semau dia, tetapi yang membedakannya adalah, roti dan susu yang akan kita kasih ini penuh dengan doa kesembuhan dari teman-teman, iya tidak?”, Dini melanjutkan.
“Betul juga!”, kata Ayu sambil menepuk punggung Dini pelan.
“Eh, main tepuk-tepuk saja, memangnya saya kuda apah?”, canda Dini kemudian.
Hahahaha.... ternyata Dini jago bercanda juga yah?. Tetapi tujuan utama belum selesai nih. Ayu terlihat masih asik menggonceng Dini, ditambah dengan candaan khasnya, Ayu dibuat terpingkal-pingkal oleh Dini. Sedangkan di belakang mereka, Bayu dan Bisma, terlihat penasaran akan isi pembicaraan antara Ayu dan Dini, masih setia mengikuti mereka.
Gang Semboja. Nomor 24. Dua orang perempuan tengah berdiri di balik pagar kayu. Disusul kemudian Bayu dan Bisma.
“Eh, ini rumahnya?”, tanya Bisma sambil mengarahkan jarinya.
Ayu dan Dini mengangguk bersamaan.
“Assalamu’alaikum..”, ucap Dini sambil mengetuk pagar.
Dibalik pagar yang lebih tinggi sepuluh meter dari mereka, Ayu mengintip dari sela-sela, lalu...  “Rina..!!”, teriaknya.
“Eh, rumah orang, tidak sopan teriak-teriak begitu..”, sergah Dini.
“Tadi ada Rina. suerrr”, lanjut Ayu mengangkat jari tengah dan jari telunjuknya. “Tadi dia lari ke dalam rumah,”
“Masak sih?”, sambung Bayu.
“Assala......”
Krekkkkk.. suara pagar terbuka memotong salam Bisma.
“...mu’alaikum”, lanjut Bima dengan muka memerah.
Dihadapan mereka, bu Eni berdiri tegap. “Wa’alaikumsalam..”, balasnya kemudian.
Dini, Ayu, Bayu dan Bisma setengah bingung, karena setahu mereka, bu Eni masih berada di sekolah melihat mereka setengah melamun, perempuan itu berkata, jika ia adalah kembaran bu Eni. Begitu mirip, pikir mereka. Namanya bu Eno. Segera bu Eno mempersilahkan mereka duduk, lalu berlalu ke dapur dan kembali dengan empat gelas air jeruk yang terlihat sangat segar.
“Tante, Rina apa kabar? sudah lima hari tidak berangkat,”, kata Dini setelah memperkenalkan diri.
Bu Eno kemudian memulai untuk menceritakan keadaan anaknya, Rina. Katanya, Rina terserang penyakit cacar. Dia malu untuk berangkat sekolah. “Ih, nanti dikira macan tutul,”, kata bu Eno menirukan gaya Rina. Apalagi sejak saat itu juga, Rina enggan untuk sekedar bermain di luar rumah. Paling-paling hanya sebatas halaman. Dan jika ada orang yang melintas, ataupun datang ke rumah, dia langsung berlari masuk ke dalam kamar.
Mendengar cerita mamanya Rina, sepertinya Dini dan kawan-kawan memahaminya. Lalu  tanpa meminta bertemu dengan anaknya, mereka kemudian menyerahkan kantong kresek berisi susu dan roti yang masih dibawa oleh Dini. Dan dengan senyuman, bu Eno menerima bingkisan itu. “Terima kasih..”, ucapnya.
“Tante... titip salam buat Rina yah, semoga lekas sembuh,”, kata mereka berpamitan.
Sesaat setelah mendekati pintu pagar, seseorang berteriak menghentikan langkah mereka. “Tunggu..!!”, kata orang itu sambil berlari.
Rina dengan badannya yang bentol-bentol tampak kembang kempis mengatur nafas. “Terima kasih ya, kalian sudah menjengukku. Dan juga buat susu dan rotinya,”, kata Rina yang sudah berdiri menghadap Dini dan kawan-kawan. Dikatakan, Rini tidak malu lagi dengan keadaannya. Dan dia berjanji akan berangkat ke sekolah besok, belajar bersama teman-temannya yang baik hati. J
Ternyata kebaikan itu indah ya....

oleh Tarmudi
Cerpen anak 9

No comments: