NavBar

Monday, May 11, 2015

Cerita Pendek Anak "Kerjakan PR, Yuk!"

Pukul 06.50. Sepuluh menit lagi bel masuk berbunyi. Anak-anak bergegas masuk ke kelas bersiap untuk menyambut kedatangan bu Risma, guru kelas 4. Di deretan bangku kedua, terlihat seorang  anak laki-laki dengan rambutnya yang berantakan sedang menggerak-gerakkan pulpen dengan cepatnya. Berbeda jauh dengan Raffi yang rambutnya yang tersisir rapi,  raut wajahnya tampak tenang duduk di samping anak tersebut.
Tettt...tettt..!!! bel berdering berulang-ulang, mengisyaratkan pelajaran pagi itu sudah siap untuk dimulai. Sesaat suasana kelas menjadi tenang seketika. Beberapa pasang mata menyudutkan pandangan pada bibir pintu menanti sosok bu Risma. Masih pada anak laki-laki yang duduk di samping Raffi, Ia masih saja sibuk menulis sesuatu, tanpa mengacuhkan bel masuk.
“Selamat pagi anak-anak,”, sapa seseorang yang muncul dari balik pintu kelas tiba-tiba. Sosok wanita yang ditunggu-tunggu itu hadir. Wajahnya yang asri melemparkan senyuman ramah.
“Selamat pagi bu guru..”, balas anak-anak sambil berdiri kompak.
“Don! ada bu Risma!”, bisik Raffi sambil menendang sepatu Doni pelan. Doni tak perduli, tak menyadari kedatangan bu Risma dan tetap menyibukkan diri dengan bolpoinnya.
Melihat hanya Doni yang masih duduk, bu Risma langsung berdiri di depan kelas, “Doni...”, tegur bu Risma kemudian.
Doni masih acuh. “Don!”, ucap Raffi lagi sambil menendang sepatu Doni kedua kalinya. Kali ini tendangan sepatunya benar-benar membuat Doni tersentak hingga menghentikan polesan tinta diatas bukunya.
“Ada apa sih..??”,kata Doni segera sambil menatap Raffi sinis.
“Tuh, ada bu Risma.”, jawab Raffi melempar pandangan ke depan kelas.
Doni lalu mengikuti arah pandangan Raffi dan ...”Selamat pagi bu!!”, ucapnya lantang sambil berdiri. Sontak keadaan kelas menjadi ramai, dipenuhi tawa anak-anak akan tingkahnya.
Bu Risma hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Beberapa saat kemudian...
“Kumpulkan PR-nya ke depan!”, pinta bu Risma lantang -tanpa basa-basi-. Sejurus kemudian, seluruh muridnya bergegas melaksanakan perintahnya itu. Lalu hanya dalam hitungan detik, tumpukan buku di atas mejanya sudah menggunung.
Seperti biasa, sebelum bu Risma menilai Pekerjaan Rumah muridnya, ia membaca satu-persatu si pemilik buku. “Sinta...Rieke...Andy...Fadil...”
Sesaat setelah selesai membaca, bu Risma menemukan kejanggalan. “Ada dua anak yang belum mengumpulkan,”, katanya sambil menyebarkan pandangan penuh selidik. Sontak  semua muridnya dibuat kaget, lalu mereka berusaha meyakinkan diri jika mereka sudah mengumpulkan. “Siapa yang belum mengumpulkan PR?”, tanya bu Risma kemudian. Sebenarnya bu Risma sudah mengetahui dua anak yang belum mengumpulkan PR, tetapi ia ingin mengetahui kejujuran dan kesadaran dari dua muridnya tersebut. Hingga setelah beberapa menit menunggu, tak ada seorangpun yang mengaku. Lalu dilihatnya Raffi yang mencoba mengacungkan tangannya ragu.
“Ya, Raffi. Ada apa?”, tanya bu Risma.
“A...anu bu,”, jawab Raffi tergagap.
Bu Risma menyernyitkan dahi berpura-pura tak paham. “Anu apa?”
“Anu bu... buku saya masih dipinjam Doni,”
Sesaat setelah mendengar namanya disebut, Doni berhenti dari menulisnya dan langsung mengembalikan buku Raffi yang dipinjamnya. Bu Risma tersenyum bangga mendengar kejujuran dan keberanian Raffi.
“Doni dan Raffi, ayo, kumpulkan bukunya,”, perintah bu Risma lagi. Raffi langsung melaksanakan perintah  dari Bu Risma, sedangkan Doni terlihat enggan melaksanakannya. “Doni..?”,lanjut bu Risma mengingatkan.
“A..anu Bu..”, katanya setengah ketakutan.
“Selesai maupun tidak selesai, harus dikumpulkan.”, Potong Bu Risma tak mau tahu. Sepertinya bu Risma sudah kenal betul kebiasaan buruk Doni. Tidak pernah mengerjakan Pekerjaan rumah.
Masih di bangku baris kedua, sambil membawa bukunya, Doni melangkahkan kakinya ragu. Raut wajahnya tampak memerah menanggung malu. Sedangkan teman-temannya hanya menggeleng-gelengkan kepala dibuat takjub oleh kebiasaan buruk Doni yang terus dilakukan berulang-ulang.
“Baiklah, anak-anak. Siapkan selembar kertas sekarang.”, pinta bu Risma sesaat setelah Doni kembali ke tempat duduknya.
“Buat apa bu?”, tanya salah seorang siswa.
Bu Risma hanya melempar senyum tanpa menjawabnya. “Sudah siap?”, ucapnya lagi.
“Ulangan yah bu?”, tanya salah seorang lagi.
“Nomor satu...”, lanjut bu Risma tak menghiraukan. “Tidak boleh mencontek, apalagi ribut, karena ibu hanya membacakan soalnya sekali saja,”
Sesaat kemudian keadaan kelas menjadi tenang sampai pada sepuluh soal matematika dibacakan oleh bu Risma. Dari tempat duduknya, bu Risma mulai memperhatikan gerak-gerik muridnya. Sesekali didapatinya anak yang tengah menatap langit-langit kelas. Mungkin karena sedang mengingat rumusnya, pikir bu Risma. Ada pula muridnya yang tengah sibuk memainkan jemarinya sebagai alat bantu hitung. Sedangkan yang lain terlihat serius menuliskan jawaban. Dalam pengawasannya yang terakhir, bu Risma mengarahkan pandangannya pada dua anak yang duduk di bangku deretan nomor dua. Siapa lagi kalau bukan Doni dan Raffi. Raffi, sahabat dekat Doni itu terlihat lebih tenang. Sedangkan Doni, wajahnya tampak kebingungan dan gerakan bolpoin dalam genggaman jarinya terlihat lambat. Bahkan, sesekali matanya melirik tajam ke arah lembar jawaban Raffi. Selain itu, ketika menyadari aksinya tertangkap oleh pandangan bu Risma, segera ia berpura-pura kelilipan.
Beberapa menit sudah terlewatkan. Dalam pengawasannya, bu Risma melihat beberapa muridnya menghentikan menulis, lalu meregangkan badan sesaat. “Yang sudah selesai, bisa dikumpulkan.”, kata bu Risma. Tak lama, beberapa muridnya langsung mengikuti instruksinya.
“Bu, soal ulangannya gampang banget,”, cetus seorang siswi berponi kemudian.
Sambil melempar senyum bangga, bu Risma berkomentar, “Kalau gampang, berarti kamu mengerjakan PR.”
Tumpukan kertas di atas meja bu Risma semakin meninggi. Namun ada beberapa dari anak yang tampak masih sibuk menghitung dan mengoreksi kembali jawaban mereka, termasuk Doni.
“Raffi..!”, tegur bu Risma setelah melihat aksi Raffi yang memberikan lembar jawabannya pada Doni. Segera bu Risma beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan menghampiri mereka. Dilihat oleh bu Risma, jawaban Raffi yang sudah terisi penuh. Berbeda dengan Doni, yang masih menyisakan tujuh pertanyaan. “Waktunya sudah habis,”, kata bu Risma sambil melirik jam tangannya. “Kumpulkan segera jawaban kalian lalu istirahat.”, lanjut bu Risma memerintahkan.
Segera setelahnya, semua murid bu Risma berbondong-bondong mengumpulkan lembar jawaban, lalu dengan semangatnya mereka keluar kelas.
Dari ruangan kelas yang sudah kosong, lagi-lagi bu Risma melihat Raffi yang tengah membacakan jawabannya pada Doni. “Raffi.. Doni.. kalian tidak mau istirahat?”, tanya bu Risma pelan. Raffi sudah pasti mengerti maksud bu Risma, hingga ia memaksa Doni untuk mengumpulkan pekerjaannya. Tak lama, bu Risma menatap dua orang sahabat sedang berjalan mendekatinya. Dilihatnya raut wajah Doni yang terlihat cemas, berbeda dengan sahabatnya, Raffi yang terlihat tenang.
“Ini bu...”, ucap mereka kompak menyodorkan lembar jawaban.
Sambil menerima lembar jawaban mereka, bu Risma berkata, “Kalian bisa istirahat juga,”
Doni terlihat berat untuk melangkahkan kakinya. “Bu...”, ucapnya setengah ketakutan.
“Ya..??”, jawab bu Risma sambil melengos ke arah dua bocah yang masih berdiri di samping mejanya. “Ada apa?? kalian tidak istirahat?”
Kedua bocah itu, Doni dan Raffi menggeleng berbarengan.
Lalu sambil menundukkan kepalanya, Doni berkata, “Bu... maaf. Doni tidak bisa mengerjakan soal dengan baik. Doni takut nilai ulangannya jelek,”.
“Oh, begitu?,”, jawab bu Risma ringan. Lalu segera melemparkan pertanyaan ke arah Raffi. “Kalau kamu?”
Raffi menarik nafas lalu menghembuskannya pelan. “Raffi juga minta maaf bu. Raffi sudah memberikan contekan untuk Doni,”, jawabnya terlihat sedikit tegar dari Doni.
“Terus, alasan kamu apa?”, tanya bu Risma pada Raffi.
“Doni tidak bisa menjawab soal ulangan yang ibu berikan. Sebagai seorang sahabat, Raffi ingin membantu Doni, dan....”
“Dan dengan cara memberikan jawaban kepada Doni?”, potong bu Risma sudah mengerti.
Raffi mengangguk pelan, sedangkan disampingnya, Doni masih tertunduk malu.
Mendengar pengakuan mereka, bu Risma lantas tersenyum bangga. Kemudian memandang ke arah Doni. “Buat Doni, apa sih yang susah?”, tanya bu Risma, lalu melanjutkannya, “soal yang ibu kasih barusan kan sama persis dengan PR yang ibu kasih kemarin?  bedanya hanya di penempatan nomornya.”.
“Doni tahu bu, setelah melihat teman-teman dengan cepat bisa mengerjakan soal yang ibu kasih. Tapi, Doni kan tidak mengerjakan PR. Baru sedikit sih, itu saja mencontek punya Raffi..”.
Kali ini bu Risma terkekeh mendengar alasan Doni. “Buat Doni, kalau kamu mengerjakan PR, ibu yakin kamu pasti bisa mengerjakan soal yang ibu kasih,” lanjut bu Risma, lalu beralih menatap Raffi, “Dan buat Raffi, Ibu bangga dengan sikap persahabatanmu. Tetapi ingat, persahabatan itu lebih bernilai dan bagus jika dalam hal yang baik. Tetapi kalau dilakukan untuk hal-hal yang buruk, seperti mencuri, mencontek, bukanlah persahaban yang baik. Dan seharusnya, Raffi belajar berkelompok bersama Doni untuk bersama-sama mengerjakan PR. Bukan hanya memberikan contekan, Betul?”
Mendengar nasehat bu Risma, Doni dan Raffi mengangguk pelan.
“Terus bu... hasil ulangan saya pasti jelek yah?”, tanya Doni ragu.
“Yang tadi bukan ulangan. Ibu hanya ingin tahu saja, apa kalian benar-benar mengerjakan PR. Seperti yang ibu bilang, soal tadi untuk latihan. Dan sama persis dengan PR kemarin,”
Mendengar ucapan bu Risma, Doni mulai tersenyum lega. “Bu.. Doni janji bakalan rajin mengerjakan PR,” ucapnya tegas. Bu Risma tersenyum dan tersenyum.

oleh Tarmudi
Cerpen pertama untuk anak acara sayembara Puskurbuk 12

No comments: