NavBar

Monday, May 11, 2015

Cerita Pendek Anak "Namanya Telatkempu"

Wah, aku harus mengayuh sepeda cepat-cepat nih! bisa-bisa acara televisi kesayanganku terlewatkan. Petualangan tentang anak pemberani. Hem.. kali ini petualangan mereka bakal ke mana yah..?, kataku menebak-nebak. Mungkin ke hutan, terus ketemu binatang aneh yang cantik atau mungkin ke laut, terus berenang bersama ikan-ikan kecil... wahhh!!!!! pokoknya bikin penasaran deh! tapi yang pasti seru sekali!! aku ingin sekali seperti mereka, hihihi..
“Assalamu’alaikum...”, ucapku sambil membuka pintu rumah.
“Wa’alaikumsalam..”, suara dari kejauhan menjawab.
Sepertinya itu suara mama. Tapi dimana yah??  “Mama...mama... , ucapku mencari mama. Di kamar, mama tidak ada. Di dapur apa lagi. Huft... sebenarnya mama di mana sih? tumben sekali mama tidak ada di dapur. Ah, biarin saja, pikirku.  Yang penting aku tidak melewatkan petualangan anak pemberani. Tanpa berpikir lama, tangga menuju lantai dua kupijak. Sesekali kudengar suara dari televisi terdengar jelas, dan semakin jelas hingga aku sampai pada lantai kedua. Opsss... mama!!. ternyata mama sedang asik menonton televisi. “Mama..”, teriakku sambil segera berlari menghampiri mama.
“Eh, Clara, kok lari-lari segala?”, tanya mama yang langsung berdiri dan mengecup keningku.
Aku merebut remot yang ada di genggaman mama. “Clara mau nonton Petualangan mah. Seru loh,”
“Eh... jangan di ganti dulu sayang,”, sergah mama saat aku hendak mengubah siaran televisi.
“Ih, mama. Clara kan pengin lihat acara kesayangan Clara, masak tidak boleh? lagian mama pasti nonton berita terus. Clara tidak suka mah,”, kataku memaksa.
“Clara...”, ucap mama lagi.
Tak menghiraukan mama, aku terus mengganti layar televisi. Nomor 9. Yap! acara kesayanganku. Tapi.... kok bisa berbeda ya?, pikirku. Acaranya bukan petualangan, tetapi sinetron. Ughh... Sinetron apa lagi, bikin kantuk saja. Tapi aku tak menyerah, aku pencet semua tombol sampai aku menemukan acara petualangan itu! pencet 1, yap... pencet 2, yap... sampai pencet nomer 9 lagi pun, aku tak mendapati acara kesayanganku.
“Clara... ini hari apa coba?”, kata mama sambil berlutut menghadapku. Wajah mama sekarang sejajar dengan wajahku.
“Hari sabtu mah..”, jawabku sambil menahan rasa kecewa.
“Nah, anak mama yang pintar..”, mama memencet hidungku. “Coba diingat-ingat lagi, memangnya acara kesayangan kamu hari apa saja?”, tanya mama kemudian.
Segera aku memutar otak mencari jawaban dari pertanyaan mama. Hari senin sampai jum’at.Yah! acara kesayanganku itu setiap hari senin sampai jum’at. Aduh, aku malu sekali sama mama, hihihi..
“Ini mah remotnya,” aku menyodorkan sambil tersimpuh malu.
 “Clara, ganti baju dulu yah, habis itu makan siang. Kebetulan, kita dapat rejeki, dikasih sama Pak Jupri, tetangga kita yang sedang promo lestorannya. Jadi, mama tidak perlu masak lagi,”, terang mama sambil tersenyum.
Oke deh,”,balasku sambil berlalu. Belum sempat menginjak tangga,  suara televisi kudengar nyaring,  serangan ulat bulu menyebabkan gatal-gatal. Apa? ulat bulu?, gumamku dalam hati. Lantas, aku mendekati mama kembali.
“Loh, kok balik lagi?”, tanya mama. “katanya tidak suka berita..”, lanjut mama yang heran melihatku serius memantengi layar televisi.
Aku benar-benar terperangah dan geli melihat sekawanan ulat bulu di layar televisi. Tanpa menjawab pertanyaan dari mama, aku bertanya balik, “Mah.. di rumah sini ada ular bulu juga tidak yah?”
“Ada dong...”,jawab mama sambil tertawa lepas. Aku menggigil kegelian.
*******
Makan siangku bersama mama sangat tenang. Selain berita ulat bulu, yang dikabarkan tidak bisa merambat ke daerahku, juga tidak ada kak Dion yang selalu berbuat usil. Kata mama, kak Dion sedang mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya, jadi pulangnya agak telat. Tahu tidak? kakak Dion adalah kakakku satu-satunya. Meskipun sudah duduk di bangku SMP kelas dua, tapi dia masih saja menjahiliku yang masih di kelas tiga. Seperti kemarin, kak Dion menyembunyikan remot televisi, sengaja biar aku tidak bisa menonton acara petualangan itu, tapi untung saja mama membelaku. Eh, pernah juga loh, pita rambutku hilang satu. Jadi aku hanya mengikat rambutku sebelah sewaktu hendak pergi ke sekolah. Eh, ternyata kak Dion menjahiliku lagi. Hemm.. tapi perlu disadari, tanpa kak Dion rumah ini sepi. Terkadang kak Dion juga baik, kalau ada kesulitan belajar, kak Dion tidak sungkan untuk mengajariku. Meskipun selalu meninta upah pijit sih..
“Assalamu’alaikum..”, suara seseorang dari luar menghentikan makanku yang tinggal dua suapan lagi.
“Wa’alaikumsalam..”, aku dan mama menjawab kompak. Pasti kak Dion, pikirku.
“Assalamu’alaikum... Clara.. adikku sayang, bukakan pintu dong,”. Wah, benar! itu kak Dion. Tumben sekali kakak bilang sayang. Biasanya adekku jutek. Pasti ada maunya, pikirku menebak.
“Clara, tolong buka pintunya,”, pinta mama sambil menumpuk piring bekas makan.
“Iya mah..”, balasku sambil beranjak dari tempat makan dan menuju pintu depan.
“Clara... adikku yang paling clara, tolong bukain kak Dion pintu dong,”
Ughh.. tidak bisa sabar sedikit apa, pikirku sambil membuka pintu. “Kak dion ini, pintunya kan tidak dikunci,”, ucapku sambil cemberut.
“Aduh, adik kakak yang jutek, kan kakak tidak bisa membuka pintu pakai kaki?”, jawab kak Dion sambil meringis kuda.
“Emang tangan kakak ke mana?”, tanyaku lagi sambil memperhatikan gelagat kak Dion yang aneh. Kedua tangannya disembunyikan di belakang. Tampaknya kak Dion membawa sesuatu, pikirku. “Yang disembunyikan apa tuh?”, tanyaku sambil melirik ke arah tangan kak Dion yang disembunyikannya.
“Hemm... kasih tau tidak yah,”, jawab kak Dion pura-pura berfikir. “Ini buat adekku tercinta...”, lanjutnya lagi sambil menyodorkan benda yang dibawanya. Ternyata sebuah toples berlubang yang di dalamnya berisi daun....dan... ulat!!!! Astaghfirullah!!
“Mama..!!!”, aku berlari menjauhi kak Dion. “Mama kak Dion jahat! masak kasih Clara ulat?”, kataku sambil memeluk mama ketakutan.
Tanpa menghiraukan teriakanku, kak Dion melintas menuju kamarnya sambil tertawa geli melihat tingkahku. Sama seperti kak Dion, mama sepertinya menahan tawa. Bukannya melarang kak Dion membawa ulat itu malah diam saja. Tetapi kemudian mama menjelaskan, kalau ulat yang dibawa kak Dion adalah untuk praktek di sekolah dan aman karena di dalam toples. Huft.. sedikit lega sih, tapi bagaimanapun juga ulat itu bisa membuat badan gatal! seperti kata berita di televisi tadi.
******
“Clara, tolong bangunkan kak Rio,”,pinta mama sambil menggoreng tempe, makanan kesukaanku.
“Iya mah..”,jawabku menghentikan mengiris tempe. Hari minggu memang hari yang menyenangkan buatku, bisa membantu mama memasak. Tetapi, tak jarang hal yang menyebalkan pasti adaaaa saja. Apalagi kalau bukan membangunkan kak Rio. Bagi kak Rio, hari minggu adalah hari tidur seharian. Malasnya, pikirku.
“Kak Rio..sudah siang nih,”, seruku dari luar. “Kak...”, lanjutku lagi sambil mengetuk pintu. Tidak ada jawaban, aku langsung masuk ke kamar Kak Rio. Kesal sekali rasanya. “Kak Rio...!! sudah siang,”, aku menarik selimut biru kak Rio.
“Kak..?” begitu  membuka selimut kak Rio, yang ada hanyalah toplesnya. Toples itu! toples yang berisi ulat! tapi, ulatnya mana yah???, aku bertanya-tanya dalam hati. Ulat  yang ada di toples kak Rio menghilang! jangan-jangan ulat itu kabur dari toples! aduh, gawat! gatal...gatal..gatal..!
Mama...!!!!! aku berlarian keluar dari kamar kak Rio, lalu menuju dapur.
“Ada apa? Kak Rio sudah dibangunkan belum?”, tanya mama sambil menatapku cemas.
“A... anu mah, ulat kak Rio ka..kaburr..”, jawabku tergagap.
“Aduh, Clara, kenapa? kak Rionya menjadi ulat yah?”, sambung kak Rio yang ternyata sudah berdiri di belakangku sambil terkekeh. Ugh, sial. Ternyata kak Rio berbuat usil lagi.
“Kak Rio jahat!”, kataku sambil berlari memeluk mama. Kali ini aku benar-benar sebel.
“Clara... maafin kak Rio yah?”
“Tidak mau,”, jawabku lantang.
“Eh, tau tidak, kak Rio punya kupu-kupu yang cantiiiikkk sekali, seperti Clara,”, kata kak Rio kemudian.
Sebenarnya aku tertarik dengan ucapan kak Rio, karena aku suka kupu-kupu. Tapi, kak Rio sudah usil. Apalagi, dengan ulat itu.“Tapi, ulat kak Rio buang dulu...”, pintaku masih memeluk mama.
“Kalau ulatnya di buang, nanti kak Rio tidak punya kupu-kupu dong?”, balas kak Rio mulai mendekat. “Lagian, ulatnya tidak kabur. Tapi sudah berubah menjadi kepompong...”
Kepompong?? apa itu? ah, aku dibuat penasaran sama kak Rio. Apa hubungannya ulat sama kepompong dan kupu-kupu?, tanyaku dalam hati -penasaran-.
“Mah...”, ucapku sambil menghadap mama. Dengan senyumannya, sepertinya mama membenarkan ucapan kak Rio.
Kemudian kak Rio mulai menggenggam tanganku. Lalu ditariknya pelan. “Yuk, kak Rio bakal menunjukkan kepompongnya,”
“Tapi, jangan nakal lagi,”, pintaku dalam genggaman kak Rio.
“Iya....”
Aroma masakan mama tercium jelas sampai ke sudut rumah. Bahkan sampai masuk ke dalam kamar kak Rio.
“Clara, kesini masuk, bilangnya kepengin kupu-kupu?”, kata kak Rio padaku yang masih  berdiri mematung di bibir pintu kamarnya. Aku benar-benar ketakutan. Tetapi, dengan sedikit-sedikit aku memberanikan diri.
“Kak, ulatnya memang ke mana?”, tanyaku saat melihat isi toples di depan kak Rio.
Kak Rio terkekeh, lalu bertanya balik sambil menunjuk toples, “Kamu lihat yang bergelantungan itu?”
Aku manggut-manggut penasaran.
“Itulah ulatnya,”, kata kak Rio lagi masih menunjuk. “Dia sudah berubah menjadi kepompong, dan nanti juga akan berubah menjadi kupu-kupu,”
Aku menyernyitkan dahi tak paham dengan omongan kak Rio. “Jadi, maksud kak Rio, ulat yang kemarin bakalan menjadi kupu-kupu?”
Yap!”, sergah kak Rio dengan cepat. “Itu namanya proses fotosintesis.”
Wah... dari ulat menjadi kepompong, lalu kupu-kupu?? kayak power ranger saja, hihihi.. Oke, kita buktikan omongan kak Rio!
“Rio... Clara... sarapan dulu sayang..”. Suara mama terdengar memasuki kamar kak Rio.
Sejurus kemudain, kak Rio meletakkan toplesnya dan mengajakku makan bersama mama.
“Nanti saja,”, pintaku. “Kak Rio makan dulu saja, Clara lagi penasaran nih...”. Karena laparnya, kak Rio langsung menuju tempat mama yang pastinya sudah tersedia hidangan yang lezat. Apalagi tempe gorengnya. Hemm... tapi, aku ingin melihat kepompong ini menjadi kupu-kupu. Aku benar-benar ingin membuktikan ucapan kak Rio!
Beberapa saat kemudian, tidak ada tanda-tanda perubahan dari kepompong. Ah, sial! apa mungkin kak Rio menjahiliku lagi? dasarrrrrr...!!!
“Clara..!!!”, seru kak Rio yang tiba-tiba datang lagi. “Ditunggu mama. Kak Rio sudah lapar tau,”
“Ih... kak Rio ini kenapa sih?”, balasku sebal. “Kalau lapar makan saja dulu, kan Clara pengin membuktikan ucapan kak Rio, apa benar kepompong ini bakal menjadi kupu-kupu??”, lanjutku lagi sambil berdiri mengangkat toples. “Atau jangan-jangan....”
Kak Rio langsung memotong ucapanku dengan tertawa lepas hingga wajahnya memerah. “Aduh, kamu ini. Jadi, Clara bakalan menunggu kepompong itu selama dua minggu buat menjadi kupu-kupu?”, balas kak Rio masih tertawa sambil meremas perutnya.
“Maksud kakak??”, tanyaku tak mengerti.
“Adek Kak Rio yang pintar, tau tidak? sebelum menjadi kepompong, ulat juga butuh waktu sekitar dua atau tiga minggu untuk berubah. Begitu juga dengan kepompong, perlu waktu sekitar dua minggu untuk menjadi kupu-kupu,”
Aduh, malu sekali rasanya... aku sudah mencurigai kak Rio, padahal aku belum tahu apa-apa.
Yuks, pokoknya makan! kak Rio udah laparrrrr..”, lanjut kak Rio menarik tanganku. Lalu kutinggalkan toples yang berisi kepompong itu di atas meja kak Rio. Dua minggu lagi? lama juga, pikirku menerawang.
**********
Sekarang aku sedang mengintip kamar kak Rio. Aku benar-benar penasaran. Yah, aku ingin sekali melihat kupu-kupu itu. Setelah menunggu empat belas hari lamanya. Tapi, di dalam, kulihat kak Rio tampak sibuk menatap toplesnya yang tak begitu jelas isinya. Aku tidak ingin mengganggu kak Rio saat itu.
Tiba-tiba.....
Krekkkk..... opsss!! tanpa sengaja pintu kamar kak Rio terdorong olehku.
“Siapa?”, kak Rio melengos ke arah pintu. Aku segera bersembunyi. “Clara ya?”.
Aduh! ketahuan kan. “Iy..iya kak....”, ucapku setengah malu sambil muncul dari balik pintu kamarnya. “Kak Rio sibuk yah?”, tanyaku kemudian.
“Hemmm....”, gumam kak Rio. “Kak Rio sedang menulis laporan praktik. Tau tidak? sekarang kepompongnya sudah jadi kupu-kupu loh,”, lanjut kak Rio girang.
“Ah, mana??”, desakku ingin tahu. Aku segera berlari mendekati kak Rio. Lalu ditunjukkannya toples itu. Wahh.... benar! kupu-kupu itu sangat indah. Tapi kok tidak terbang, pikirku penasaran.
“Kamu pasti kepengin tahu kenapa kupu-kupu ini tidak terbang?”, terka kak Rio.
“Loh, kok kak Rio tahu?”
Kak Rio berkata,”Karena adik kak Rio yang cantik ini, dari tadi bengong, seperti sapi kelaparan,”.
Ughh..kak Rio. Bisa saja nih. Kalau aku sapi, kak Rio berarti kakaknya sapi dong, hihihi..
“Eh, tau tidak? kupu-kupu ini butuh waktu sekitar dua jam buat mengeringkan sayap sebelum siap terbang,”,papar kak Rio sambil menunjuk binatang cantik itu.
Aku manggut-manggut mengerti.
“Eh, lihat!”, seru kak Rio lagi.
Wahhh..!! Di dalam toples, kupu-kupu itu sudah bisa terbang!
“Sekarang waktunya menerbangkan,”, kata kak Rio sambil mengangkat toplesnya. “Keluar yuks,”. lanjutnya sambil melangkahkan kaki keluar kamar.
“Kak, tunggu!”, sergahku kemudian menghentikan langkah kak Rio. “Clara kepengin kasih kupu-kupu itu nama...”
“Memangnya Clara mau kasih nama apa?”, tanya kak Rio sambil menatapku kosong.
“TELAT KEMPU!”, balasku yakin.
Mendengar ucapanku, kak Rio tertawa lepas. “Apa tuh TELAT KEMPU?,”, timpal kak Rio.
 “Yah, keren kan? TELAT KEMPU singkatan dari telor, Ulat, Kepompong, dan kupu-kupu,”
“Hemm....bagus juga sih,”, lanjut kak Rio mengangkat jempol. “Kalau begitu, kak Rio boleh kasih nama Clara dengan.... Cacat tidak?”
“Ih, kak Rio kok jahat sih? kok Clara dibilang cacat?”, balasku cemberut.
“Cacat itu singkatan dari Calon cantik. Jadi, nanti kalau sudah besar adik kak Rio pasti cantik,”, balas kak Rio sambil meringis.
Hihihiihi... .. kak Rio ini ada-ada saja. “Yuks,”, ajakkku lagi meneruskan. Di luar rumah, aku dan kak Rio menerbangkan TELAT KEMPU dan berharap bisa berkembang biak. Dengan begitu, pasti banyak kupu-kupu yang lebih cantik.

oleh Tarmudi
Cerpen anak 7

No comments: