NavBar

Monday, May 11, 2015

Cerita Pendek Anak "Pita Cantik Untuk Prita"

Anak-anak berlarian ke luar kelas. Dengan semangat mereka lalu menuju ke kantin. Beberapa dari mereka juga ada yang hanya duduk di kursi taman sambil menikmati bekal makanan yang dibawa dari rumah. Waktu istirahat sepertinya dipergunakan sebaik mungkin oleh anak-anak kelas tiga SD Tunas Bangsa. Di depan kelas, beberapa anak perempuan terlihat sedang berkumpul bersama sambil memperkenalkan pita yang sedang heboh diperbincangkan dimana-mana. Dengan berbangga hati, mereka saling menunjukkan pita yang mengikat rambut mereka masing-masing. Lain hal dengan kedua anak perempuan yang masih di dalam kelas, tampak serius berbincang-bincang.
“Ah, sebel deh.”, ketus Tika dalam hatinya. Wajahnya tampak murung saat melihat teman-temannya sudah memiliki Pita cantik itu. Bahkan, beberapa kali dibujuk oleh Prita, ia enggan bangkit dari tempat duduknya. “Ah, aku lagi sebel banget,”, jawabnya ketus pada Prita. Tak menyerah, Prita terus membujuk teman sebangkunya tersebut, serta berusaha menghiburnya.
“Gara-gara pita itu yah?”, kata Prita yang sudah menangkap gerak-gerik Tika.
Tika manggut-manggut dengan bibirnya yang manyun.
“Ah, cuma Pita saja. Apa sih, bagusnya?”, timpal Prita setengah ragu. Padahal, sesungguhnya ia juga iri melihat teman-temannya memiliki Pita yang sedang heboh saat itu. Tapi, lagi-lagi uang yang membatasi pikiran Prita untuk memilikinya.
“Bukan Cuma itu,”, jawab Tika setengah sesal.
Prita mengerutkan dahi. “Terus?”, tanyanya lagi penasaran.
Tika lalu menarik nafas panjang. Kemudian, ditatapnya wajah Prita yang sudah dihadapannya. Dengan wajah yang berkaca-kaca, ia memulai untuk menceritakan hal yang terjadi padanya.
“Sebenarnya kemarin aku sudah memiliki uang buat membeli pita. Sepulang sekolah, aku langsung menuju ke toko RAHMAT. Itu loh, toko satu-satunya yang menjual pita yang sekarang dipakai teman-teman. tapi....”
“Tapi apa??”, potong Prita yang masih antusias mendengarkan cerita sahabatnya itu.
“Tapi... aku malu sekali!. Pita yang cantik itu memang sudah ditanganku. Tetapi, giliran aku ingin membayarnya, ternyata uangku tidak ada. Sudah kucari di saku, di tempat pensil, aku tidak menemukannya. Kemudian ketika kucari di tasku.... hasilnya sama saja. Bahkan kudapati, tasku ternyata sudah berlubang. Kupikir, uangku pasti jatuh di jalan. Lalu dengan rasa kecewa, aku tak jadi membeli pita itu. Aku malu sekali.”
Oops..!! mendengar cerita Tika, tiba-tiba Prita teringat sesuatu. Kemarin, sepulang sekolah, Prita menemukan uang tepat di bawah bangku Tika. Sebenarnya Prita ingin menanyakan pada Tika dan memastikan jika uang itu miliknya. Tetapi, Prita kecolongan. Karena, Tika terburu-buru keluar kelas saat itu, sehingga ia tak sempat bertanya pada teman sebangkunya tersebut. “Ah, mungkin saja ini keberuntunganku,”, kata Prita dalam hatinya kemudian. Ya, ia berpikir jika uang itu mungkin keberuntungannya. Apalagi dengan uang tersebut, Prita bisa membeli pita, pikirnya. Saat itu pula senyum Prita mengembang. Ia tak menyangka akan segera mempunyai Pita yang serupa dengan teman-temannya.
“Eh, tau tidak?”, lanjut Tika membuyarkan lamunan Prita.
“Yah?”, balas Prita dengan tatapan yang berubah seketika.
“Setelah kejadian itu, aku mencoba menelusuri jalan yang aku lalui ketika pulang sekolah. Tetapi tak kudapatkan. Di kelas, tidak mungkin. Kalau memang jatuh di sana, pasti kamu melihatnya, bukan? dan pastinya kamu bakalan mengembalikannya..”, terang tika melanjutkan.
“Apa mungkin uang yang aku temukan itu milik Tika?”,  pikir Prita  menebak-nebak. “Tapi....”, Tika menunduk penuh keraguan. Dengan uang itu, Prita bisa membeli pita, tetapi, jika uang itu benar-benar milik Tika, maka impian untuk memiliki pita cantik itu kandas, pikirnya lagi.
Prita tertegun mendengar ucapan Tika, lalu dengan nyengir kuda, ia menjawab, “Eh.. iya dong. Sudah pasti aku akan mengembalikannya,”
“Tak hanya sampai disitu, aku terus menyelusuri jalan berulang-ulang, hingga aku benar-benar tak menemukan uangku. Saat itu juga aku menyerah dan memutuskan untuk pulang saja. Ughhhhh.... sebelnya! padahal aku ingin sekali membeli pita itu. Meminta uang sama mama, itu sungguh tidak mungkin. Kata mama, uang itu, uang terakhir buatku untuk membeli sesuatu yang bukan peralatan sekolah,”, lanjut Tika bertubi-tubi.
“Hem... memangnya uang kamu berapa?”, tanya Prita menyelidiki.
“Sepuluh ribu!”, jawab Tika dengan wajah kesalnya.
Wah, ternyata... jumlah uang itu sama dengan jumlah uang yang ditemukan Prita!
“Sepertinya uang itu milik Tika,”, ucap Prita dalam hatinya. Ia begitu yakin akan uang yang ditemukan di bawah bangku Tina. “Ah, tapi....”. Lagi-lagi Prita mengurungkan niatnya. “Tapi... dengan uang itu aku bisa membeli Pita,”. Mendadak wajah Prita menjadi pucat pasi.
Air mata Tika tak terbendungkan lagi, lalu segera dipeluknya Prita erat-erat. “Tau tidak? sepulang sekolah, aku dimarahi mamaku. Kata mama, aku pulang terlambat. Padahal aku seudah menceritakan alasanku, tetapi mama tidak mau menerimanya, karena dia khawatir dengan keselamatanku. Aku benar-benar sial deh, sudah jatuh, tertimpa tangga juga. Sudah uang hilang, tidak bisa mempunyai pita, ditambah rasa maluku sama penjual toko.”.
“Oh iya!”, seru Prita sambil melepaskan pelukan Tika. Tangannya lalu segera merogoh kantong bajunya. “Nih,”, katanya sambil menyodorkan selembar uang sepuluh ribu.
Tika mengerutkan dahi tak paham, “Apa ini?”
“Duh!” Prita menepuk dahinya pelan. “Aku benar-benar lupa. Kemarin aku menemukan uang ini di bawah bangkumu, aku yakin, ini pasti uangmu,”,
“Ah, yang benar?”, balas Tika dengan wajah yang sumringah. “Terima kasih Prita, kamu benar-benar sahabatku,”, lanjut Tika sambil memeluk kembali tubuh Prita.
“Ah, biasa saja. Itu kan uang kamu? lagian seharusnya aku minta maaf, karena....”, balas Prita tak melanjutkan.
“Karena apa?”.
Sambil menyeka lelehan air mata di pipi Tika, Prita berkata, “Karena... aku memencet hidungmu,”. Lalu segera Prita memencet hidung Tika cepat.
Mereka lalu berkejar-kejaran. “Ih... Prita jahat!”, kata Tika berusaha membalasnya.
Prita urung mengatakan yang sebenarnya, bahwa sebenarnya ia urung untuk mengembalikan uang Tika, karena keinginannya yang kuat untuk membeli pita. Tetapi, akhirnya ia menyadari bahwa perbuatannya itu salah. Dan baginya, nilai sebuah pita tidak sebanding dengan nilai seorang sahabat. Untuknya, kesedihan seorang sahabat adalah kesedihannya juga, demikian pula dengan kebahagiaan.
Sepulang sekolah, Tika mengajak Prita untuk menemaninya ke toko RAHMAT. Lalu dengan senang hati, Prita menemaninya. Dengan uangnya, ternyata Tika mendapatkan dua buah pita. Tanpa pikir panjang lagi, ia lalu mengikatkan salah satu pitanya pada rambut anak perempuan yang di hadapannya. “Ini, untukmu, sebagai tanda terima kasih. Dan juga sebagai tanda persahabatan kita,”, kata Tika kemudian.
Prita hanya tersenyum bahagia mempunyai sahabat yang baik seperti Tika. Selain itu, ia juga, akhirnya ia memiliki pita cantik yang sama seperti sahabatnya itu. “Terima kasih Tika...”, balas Prita dengan pelukan hangat.

Oleh Tarmudi
Cerpen Anak - Pita Cantik Untuk Prita

No comments: