NavBar

Monday, May 11, 2015

Cerita Pendek Anak "Juju Harus Jujur"

Sekitar lima menit yang lalu, bel istirahat berbunyi. Sekitar lima menit pula, Juju terlihat masih duduk di bangku taman dengan menyokong dagunya. Sesekali teman kelasnya mengajak bermain bola di lapangan atau sekedar membeli jajan di kantin, tetapi dengan jawaban yang sama, ia menolaknya, dan enggan bangkit dari lamunannya. Bagi teman kelasnya, Juju terlihat sangat aneh hari itu. Tidak seperti biasanya ia menyendiri, apalagi sambil melamun. Yah, Juju sedang mengingat obrolannya dengan teman-temannya tadi pagi. Teman-temannya merencanakan untuk bermain layang-layang bersama sore nanti. Wah, itu sangat mengasikkan!, pikir Juju bersemangat. Tapi... semangatnya mendadak luntur, ketika dia mengingat ucapan mama satu minggu yang lalu. “Kamu jangan sekali-kali bermain main layang-layang lagi!”, begitu kata mama dengan nada mengancam Juju. Kejadian itu bermula saat Juju berlarian mengejar layang-layang yang putus. Didapatnya layang-layang putus tersebut, tetapi ada anak lain yang mengaku kalau dia yang pertama mendapatkan layang-layang tersebut. Karena tidak terima, Juju mempertahankan layang-layang yang seharusnya ia miliki. Tetapi tetap saja, anak di hadapan Juju ngotot mengakui jika ia yang lebih dulu mendapatkan senarnya, yang berarti layang-layangnya sudah pasti menjadi bagian dari senar. Karena geram, anak tersebut langsung merebut layang-layang yang ada di tangan Juju. Tidak mau kalah, Juju balas menarik kembali. Alhasil, tarik menarikpun terjadi. dan....... bretttt  layang-layang itu terbelah menjadi dua. Mereka berdua tersungkur ke tanah.
“Kamu nakal!”, kata anak tersebut sambil menangis dan berlalu dari hadapan Juju.
Sepulang bermain, mama Juju ternyata sudah menunggu di depan rumah. Ditatapnya wajah Juju dengan garang. “Dari mana?”, tanya mama Juju sambil mengaitkan tangan di pinggangnya.
Dengan tertunduk setengah ketakutan, Juju menjawab, “Main layang-layang mah...”
“Besok dan seterusnya, mama minta kamu jangan bermain layang-layang lagi!”. Begitu kata mama Juju selanjutnya. Ada apa dengan mama?, pikir Juju terheran-heran. Tidak biasanya mama marah gara-gara Juju bermain layang-layang. Hemm... apa mungkin, gara-gara anak itu..., ya! pasti anak si perebut layang-layang itu berbicara yang mengada-ada sama mama. Uh, sial!
Sejak mendengar larangan mama bermain layang-layang, Juju menjadi pemurung. Apa lagi, setiap melihat dari jendela kamarnya, dilihatnya layang-layang terbang tinggi yang menyentuh awan, membuatnya semakin sedih. Sesekali dipikirannya melintas untuk mencoba bermain layang-layang kembali. “Mama sudah bilang, jangan bermain layang-layang lagi!”, begitu  mama Juju berkata lagi, saat melihat Juju membawa layang-layang. Sepertinya larangan mama benar-benar untuk selamanya, pikir Juju pasrah.
“Hoi!!!! bengong saja dari tadi!”, seru seseorang sambil menepuk punggung Juju tiba-tiba.
Juju tersentak, mendadak wajahnya memerah amarah.
“Hei,”, katanya sambil memutar pandangan. Di hadapannya, sudah berdiri Veldy yang sedang tertawa lepas.
“Eit, santai.....”, kata Veldy menangkis tangan Juju yang hampir mendarat di Pipinya.
“Ah, kamu ini! mengganguku saja,” kata Juju sambil kembali ke posisi semula.
Veldy beralih duduk di samping Juju. “Ada apa nih?”, tanya Veldy ingin tahu.
“Ah, mau tau saja,”, ketus Juju.
“Kalau boleh sih,”, kata Veldy lagi sambil tersenyum pasrah.
“Kamu kok ke sini? tidak gabung sama teman-teman?”, kata Juju membuka obrolan baru.
“Maksud kamu bermain bola?”
Yap!
“Kalau lagi sariawan, aku tidak bisa bermain bola,”, jawab Veldy.
Mendengar jawaban temannya, Juju nyengir kuda. “Ah, kamu ini. Emang ada hubungannya antara bermain sepak bola dan sariawan?”
“Ada dong. Memangnya bermain sepak bola itu cuma pakai kaki?. Nih, mulut juga dipakai tahu!”, ucap Juju sambil menarik bibirnya ke bawah. “Mulut ini, kalau buat teriak, panasnya luarr biasa!”
Juju tertawa lepas mendengar alasan konyol Veldy.
Sambil menyernyitkan dahi, Veldy lalu berkata garang, “Wah, senang lihat bibirku begini?”
“Senang sekali,”, canda Juju sambil menjulurkan lidahnya lalu tertawa lepas.
“Kamu ini,”, kata Veldy sambil mendorong Veldy dengan sikunya pelan. “Eh, terus kalau kamu?”, tanya Veldy kemudian.
“Apa?”,balas Juju masih menahan tawa.
Yah, kenapa tidak bermain bola? malahan melamun disini, ada apa sih?”
Mendadak pertanyaan Veldy menghentikan kekehan Juju. “Ah, tidak ada apa-apa,”
“Benar?”, desak Veldy.
Juju terdiam sesaat, lalu secara perlahan mulutnya mulai dibuka. Diceritakanlah semua kejadian seminggu yang lalu di rumahnya. “Sudah seminggu aku dilarang bermain layang-layang sama mama,”, kenangnya.
“Loh, kenapa?”
Juju mengangkat bahu tak tahu.
“Loh, kenapa tidak tahu?”
“Intinya, aku tidak boleh bermain layang-layang lagi. Padahal teman-teman akan bermain layang-layang bersama sore ini,”, lanjut Juju dengan nada sesal. “Padahal kamu tahu kan, aku suka sekali bermain layang-layang. Apalagi sama teman-teman, pasti tambah seru.”
“Begitu saja?”, kata Veldy ringan. “Kamu tinggal minta ijin saja, begini.... mah, Juju mau bermain layang-layang dulu yah,”
“Ah, kamu ini. Kan sudah kubilang, pokoknya mama tidak mengijinkanku!”
Veldy lalu terdiam sejenak sambil memandang langit. Sesekali ia menatap orang yang duduk disampingnya itu berwajah muram. “Aha!!!”, Seru Veldy kemudian sambil memetik jarinya. “Eh, aku ada ide!”
Juju menyempitkan mata. “Ide? Ide apa?”, desaknya ingin tahu.
“Nanti sore, kamu minta ijin ke mama, kalau kamu akan belajar kelompok,”
Juju masih menyempitkan matanya, lalu dibacanya tiap gerakan bibir Veldy. “Terus?”
“Nah, kalau kamu beralasan belajar kelompok, aku yakin mama kamu bakalan kasih ijin. Selanjutnya, kamu datang saja ke rumahku. Nanti kamu bisa pinjam layang-layangku. Kebetulan saja aku punya dua,”
“Tunggu!”, sergah Juju. “Maksud kamu, aku berbohong sama mamaku?”
Veldy mengangguk mantap. “Yap! kurang lebih seperti itu,”
Mendengar ide temannya itu, lantas Juju tidak langsung menyetujuinya. Perlu waktu berpikir untuk semuanya. Karena bagi Juju, melakukan kebohongan itu berarti melakukan dosa. Tapi.... ah, yang penting aku bisa bermain layang-layang sama teman-teman, pikir Juju menyetujui ide Veldy. Lagian, cuma satu kali berbohong tidak masalah. “oke,”, katanya pada Veldy sambil mengacungkan jempolnya.
Alhasil, semangat Juju kembali berkobar. Bahkan, sepertinya ia tidak perduli akan kebohongannya.
*********
“Assalamu’alaikum....”, ucap Juju pada mama yang sedang memasak.
“Wa’alaikumsalam...”, jawab mama.
Juju menarik nafas dalam-dalam, mulutnya mulai menganga, sebuah kebohongan pertama akan ia lakukan pada mama. “Mah, Juju mau belajar kelompok,”, kata Juju setengah ragu. Jantungnya berdegup kencang. Keringat dinginnya mulai bermunculan di keningnya.
“Belajar kelompok di mana?”
“Di.. di.. rumah Veldy mah,”, jawab Juju tergagap sambil sesekali menyeka keringatnya.
Mama Juju berhenti sejenak. Diperhatikannya gelagat anaknya yang berbeda. “Belajar kelompok kok tidak membawa tas?”
“A..anu mah, buku Juju sudah dititpkan ke Veldy, biar tidak repot mah,”
Pertanyaan demi pertanyaan mama lontarkan, tetapi Juju bisa terus menjawabnya. Alhasil, kebohongan yang dilakukan Juju itu terus bertambah, bertambah dan bertambah.
Yes!”, seru Juju dalam hatinya. Akhirnya mama mengijinkannya. Lalu  tanpa pikir panjang, Juju segera berlalu dengan wajah riang dan plong. Di perjalanan, sambil melangkahkan kaki, Juju tersenyum gembira membayangkan permainan layang-layang nanti. Padahal, dia sudah membohongi mama.
Jarak antara rumah Veldy dan Juju tidaklah terlalu jauh. Hanya berbeda nama desa. Apalagi jika jalan pintas yang dilewati, sudah pasti dengan waktu yang tak lama Juju dengan cepat sampai di depan rumah Veldy.
“Hei!”, seru Juju sesaat melihat temannya tengah menunggu di teras rumah.
Veldy langsung bangkit dari duduknya sambil mengaitkan dua buah layang-layang di punggungnya. “Yuks, langsung cabut!”, ajak Veldy tanpa basa-basi.
“Ayooo...”, balas Juju semangat.
*******
Permainan berlangsung seru! sudah tiga buah layang-layang milik teman-temannya terputus! tentunya karena serangan dari layang-layang Juju.
“Wah, layang-layang kamu hebat juga!”, puji Juju sambil menarik ulur senarnya.
“Pasti dong, Veldy...”, balas Veldy menepuk dada. “Apa lagi senarnya, wuih... tajam abis dah,”
Masih asik bermain, mereka tidak memperdulikan waktu. Padahal matahari hampir tenggelam. Tiga jam lamanya!
Sambil menarik layang-layangnya, Veldy lalu berkata, “Pulang yuks,”
“Ah, nanti saja. Sebentar lagi. Tinggal satu nih,”, jawab Juju yang masih sibuk meliuk-liukkan layang-layangnya.
Veldy menarik nafas panjang, lalu dihembuskannya lagi. “Aku pulang dulu yah?”
Yap!”, jawab Juju. Akhirnya, dengan mengedip-kedipkan mata setelah menatap cahaya di balik layang-layang, Veldy berlalu mulai meninggalkan temannya sendiri. “Eh, tunggu!”, cegah Juju kemudian.
Veldy berhenti melangkah sesaat. “Ada apa?”, katanya dengan suara serak.
“Jangan bilang sama mamaku, kalau aku bermain layang-layang, oke?”
Bibir kering Veldy bergerak lamban. “Oke,”
Di rumah, mama Juju sedang duduk di teras. Wajahnya pucat pasi dipenuhi dengan kecemasan. Sesekali mama memainkan jarinya sekedar menghilangkan perasaan itu. Tetapi tidak bisa. Beberapa saat yang lalu, mama menunggu anaknya yang tak kunjung pulang. Padahal jam mandi sore sudah terlewatkan. Bahkan, hari itu sudah terlalu petang. Ah, mungkin tugas sekolah terlalu banyak, sehingga Juju lupa waktu, pikir mama. Tetapi, entah kenapa perasaannya tetap saja cemas. Lalu mama memutuskan untuk menghubungi Veldy melalui telepon. Dari sana, mama mendapatkan kabar jika Juju tidak sedang bersama Veldy. “Juju tidak ada tante...”, begitulah kata Veldy yang membuat mama semakin cemas. Mama mencari ke tiap sudut desa, ke rumah kakek dan nenek, tetapi tetap saja, Juju tak didapatkannya. Pernah sesekali mama berniat ke lapangan, tapi diurungkannya. “Ah, mama kan sudah melarang Juju bermain layang-layang. Tidak mungkin Juju melanggar perintah mama,”, begitu pikir mama.
Layang-layang masih terbang tinggi. Juju masih sibuk mengikat senarnya setelah diulurnya senar itu hingga tak bersisa dari kaleng pengikatnya. Bayangan hitam semakin memudar, hingga tak ada lagi berkasnya. Cahaya mentari sudah habis tenggelam.
Sesaat setelah selesai menurunkan layang-layangnya, Juju berlari kencang. Pikirannya kalang-kabut membayangkan mama yang mungkin sudah siap menerkam. Berlari..berlari dan berlari...!!, seru Juju dalam hati mengejar waktu. Hingga sampai di rumahnya, teras rumahnya tampak kosong. Lalu dengan langkah yang mengendap-endap, Juju mulai mendekati pintu.
“Juju....?!”, seru seseorang dari belakang. Hap! Juju menghentikan langkahnya, lalu berputar.
“Mam...mama...?”, katanya lalu menunduk setengah ketakutan.
Mama langsung berlari memeluk Juju. Mama kok tidak marah?, tanya Juju dalam hatinya.
“Tugas kelompoknya benar-benar sulit mah. Sampai-sampai Juju lupa waktu,”, kata Juju masih membohongi mama.
Mama melepas pelukan, lalu ditatapnya mata Juju dengan penuh kasih sayang. “Mama lebih suka kalau anak mama berkata Jujur,”
“Ah, bener kok mah..”
Mama Juju lantas tersenyum melihat anak dihadapannya berbohong. “Juju bermain layang-layang kan?”
Deg! jantung Juju mendadak berhenti sesaat. Keringat dingin mulai muncul dari keningnya. Tubuhnya bergetar, seolah-olah tengah digoncang gempa. Tak satu katapun yang mampu Juju ucapkan. “Maafkan Juju ma...”, jawab Juju balas memeluk mama dengan mata yang berkaca-kaca.
Perasaan mama menjadi tenang, saat anaknya kembali. “Mama sudah pasti memaafkan Juju,”, jawab mama. “Maafkan mama juga, telah melarang Juju bermain layang-layang. Mama tahu Juju sangat suka bermain layang-layang, tetapi mama takut kalau Juju menjadi lupa waktu. Waktu untuk makan, waktu untuk istirahat, dan waktu untuk belajar. Mama sayang sekali sama Juju. Mama tidak mau Juju menjadi anak bodoh dan nakal. Dan saat itu ada seorang anak yang lapor mama, jika Juju sudah merobek layang-layangnya. Itulah yang membuat mama melarang Juju,”
Anak itu?, pikir Juju. Anak yang merebut layang-layangku. Ah, itu tidak penting, tepis Juju. Yang terpenting adalah mama sudah memaafkanku. “Terus? dari mana mama tahu kalau Juju bermain layang-layang?”, tanya Juju kemudian.
Untuk kedua kalinya, mama melepas pelukan anaknya. Dirahihnya sesuatu dari balik punggung laki-laki dihadapannya. “Ini apa?”, kata mama.
Juju terkejut melihatnya. Ternyata Juju belum mengembalikan layang-layang Veldy dan masih dikaitkan di punggungnya. Malunya aku, kata Juju dalam hatinya.
“Hampir saja mama pergi ke kantor polisi, tapi untung saja, ada tetangga yang menelpon mama jika dia melihat kamu pulang. Mama sadar, semua ini karena salah mama. Tetapi ini juga untuk kebaikan kamu. Dan.... mama mengijinkan Juju bermain layang-layang, asalkan tidak lupa waktu,”
Juju manggut-manggut memastikan ucapan mama. “Pasti mah..”, katanya.
“Tapi... satu lagi!” mama mengangkat jari telunjuknya tepat di depan mata Juju.
“Apa?”
“Dilarang membohongi mama lagi,”
Mendengar ucapan mama itu, Juju nyengir kuda. Ia menyadari jika kebohongannya sudah menyusahkan mama. “Juju janji mah tidak akan membohongi mama lagi..”, katanya lagi mengakhiri kesalahannya.

oleh Tarmudi
Cerpen Anak 10 - Juju Harus Jujur

No comments: